Rabu, 07 November 2012

Stop menangis!


Stop menangis!

Sambutlah tantangan-tantangan baru.
Jika Tuhan memberi Anda suatu tugas,
tugas itu akan disertai dengan petunjuk-petunjuk
(Linda Allison-Lewis)





 “Ada beberapa  siswa putri sedang menangis di depan wc lantai dua “ kata seorang guru memberitahukan kepada rekan-rekan guru di ruang makan. Guru lain menambahkan , “o ya  bahkan mereka menangis sambil berangkulan satu sama lain”. Dan seperti biasanya para guru sambil tetap makan mulai angkat bicara menanggapi informasi tersebut. Kemudian seorang bapak yang mungkin mengetahui alasan mereka menangis mulai angkat bicara, “ Mereka merasa sedih dan bahkan menangis karena mereka kalah dalam pertandingan bola basket antar sekolah”. Dan masih banyak lagi obrolan di ruang makan siang itu.

          Dalam hati saya,  menang kalah adalah hal biasa dalam pertandingan, mengapa anak-anak harus menangis? Ah…  atau karena mereka masih remaja sehingga merasa sah  untuk  menangis? Apakah karena merasa lebih unggul dari lawan sehingga kekalahan dimaknai sebagai sebuah hal yang tidak mungkin terjadi? lalu ... apakah  kita, para guru, termasuk saya, sudah membiasakan diri memberi bekal mental  yang cukup sehingga  anak mempunyai daya juang yang tinggi sekaligus mental untuk siap menang dan siap kalah?  Para murid semestinya  merasa bangga sudah terpilih dari sekian banyak murid menjadi duta sekolah berlaga dalam lomba basket. Juga  usaha serta perjuangan anak-anak yang telah memberikan yang terbaik dari dari kemampuannya. Ini jauh lebih penting dari “sekedar” juara.

Penulis  lalu ingat salah satu artikel di  kompas  tahun 2007 yang ditulis oleh Baskoro Poedjinoegroho, “Bukan Juara, tetapi Bermental Juara”.Memacu dan memompa semangat juara adalah positif, artinya mempunyai semangat berkompetisi demi mencapai hasil optimal yang sesuai kemampuan diri.yang bersangkutan berkompetisi dengan diri sendiri, untuk meraih hasil setinggi, sebesar, atau mutu setinggi mungkin. Dan rekan lain menjadi patner dalam usaha untuk mewujudkan kemampuan diri secara optimal. Jadi semangat juara dimaksudkan adalah semangat untuk berusaha, semangat untuk berkarya, berdaya juang. Semangat ini harus senantiasa diinternalisasikan ke dalam diri setiap peserta didik. Oleh karena itu kita sebagai guru atau pendidik, sebagai orang dewasa, hendaklah mampu dan mau serta terbiasa  memberikan apresiasi pada setiap usaha peserta didik, bukan hanya memberi apresiasi  kepada yang juara baik akedmik saja namun juga yang berprestasi  non akademik;  olah raga, seni maupun karya-karya siswa lainnya .

Orang berusaha mengisi kehidupannya berdasarkan keyakinan-keyakinan dan bertahan dengan kesabaran untuk mewujudkan dalam kehidupan ini. Dalam buku Pendidikan Karakter Tarakanita, setiap peserta didik diharapkan belajar untuk lebih mempertimbangkan rasio dan akal ketimbang emosi dan perasaan. Bunda Elisabeth, pendiri Kongregasi suster-suster Cinta Kasih Carolus Borromeus, telah memberikan teladan untuk tidak mudah menyerah, selalu bekerja keras, sabar murid agar menjadi pribadi yang mempunyai daya juang dan ketangguhan dalam menghadapi setiap tantangan yang ada dengan tetap gembira.

 Lalu apa yang harus dilakukan para murid supaya dapat mencapai titik kesadaran dan keyakinan untuk tetap berjuang dan tetap tangguh menghadapi tantangan dengan tetap bergembira ? Dalam  usaha pembentukan manusia yang berkarakter , sekolah Tarakanita memberikan nilai-nilai yang ditanamkan kepada setiap murid berupa Cc5, dalam hal ini C ketiga Conviction,yaitu  pertama, tahan menanggung kesulitan dan penderitaan ; kedua, mampu gembira dan optimis di setiap waktu; ketiga,mampu menahan rasa tidak sabar, mengeluh, atau marah; keempat, setia terhadap tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya tanpa mengeluh; kelima,mengerjakan dengan sungguh-sungguh apa yang sedang dihadapi; keenam,bersikap ugahari yaitu kemampuan untuk mengaktulaisasikan dan memuaskan dorongan-dorongan keinginan dalam diri serta tuntutan insting secara seimbang melalui cara-cara yang tepat, tahu batas. Sehingga ke depan murid tak lagi harus ‘menangis’ saat mengalami hal yang tidak sesuai dengan harapannya. Tetapi mampu menjadi murid yang berjuang dengan  ketangguhannya sesuai kemampuan serta selalu bergembira.

Jangan menyerah, demikian  judul puisi di buku Paul Hanna, dalam bukunya “You Can Do It!” kiranya dapat menjadi inspirasi kita, guru maupun murid, untuk dapat bertahan dalam semangat menghadapi berbagai tantangan. Dan selalu tersenyum……stop menangis!


Jangan Menyerah


Ketika segalanya tidak berjalan dengan baik, seperti yang sering kali terjadi
Ketika jalan yang anda lalui dengan susah payah tampak begitu berat.
Dan anda ingin tersenyum, tetapi Anda harus berkeluh kesah,
Ketika kesulitan mengecewakan anda,
Beristirahatlah bila perlu, tetpai jangan menyerah

Hidup dan segala seluk-beluknya terasa aneh,
Seperti yang telah kita alami,
Dan sering kali seseorang berbalik arah
Ketika mereka mungkin menang .
Jangan menyerah, meski jalannya lambat,
Anda dapat berhasil mencobanya lagi.

Kadang sasaran tampak lebih dekat dari seharusnya
Bagi seseorang yang bimbang dan lesu,
Sering kali seorang pejuang telah menyerah
Ketika mereka mungkin dapat merebut piala kemenangan, dan mereka terlambat untuk belajar kerana malam telah tiba
Bahwa sebenarnya mereka begitu dekat dengan mahkota emas.

Keberhasilan ada di balik kegagalan
Warna perak dari awan keraguan
Dan Anda tidak akan pernah tahu seberapa dekat sebenarnya
Ketika tampak jauh, sebenarnya sudah dekat.
Jadi bertahanlah untuk berjuang, saat anda menghadapi kesulitan tersulit.
Di mana segalanya tampak begitu buruk, jangan pernah menyerah.

Sumber buku :
1.     Tim Perumus “Pendidikan Karakter Tarakanita”, 2012, Jakarta,Yayasan Tarakanita.
2.     Baskoro Poedjinoegroho “Bukan Juara, tetapi Bermental Juara”,2007 Kompas,
3.     Paul Hanna, “You can do it!”, 2001. Penerbit Erlangga.

1 komentar: