Minggu, 18 November 2012

Waktu tak kan kembali


Waktu tak kan kembali




“Hiduplah saat ini.
Jika anda tinggal dalam masa lampau,
Anda akan kehilangan yang luar biasa’

(Linda Allison-Lewis, 1997)



Pagi ini saya membaca berita pekelahian pelajar, ini sudah yang keberapa kali surat kabar menurunkan berita serupa. Bukan hanya pelajar, mahasiswa tawuranpun ikut meramaikan berita yang membuat kita mengelus dada. Apakah mereka dapat kita salahkan terhadap semua  yang mereka lakukan? Apakah kita sebagai orang tua hanya “bertugas” menyalahkan kelakuan mereka?

          Seperti hari-hari biasanya televisi sekarang  mengambil bagian terbesar hiburan saat keluarga dirumah. Bahkan yang namanya remote menjadi sesuatu yang berharga sehingga perlu diperebutkan. Bukan hanya antar anak-anak tetapi orang tuapun sudah ikut juga dalam rebutan remote tersebut. Masing-masing memperjuangkan program favorit masing-masing untuk dilihat. Bahkan beberapa keluarga sudah terbiasa memiliki televisi lebih dari satu untuk memanjakan diri terhadap program televisi kesayangannya. Sehingga suasana ngobrol atau bermain bersama keluarga semakin tersisih. Bahkan dengan kehadiran alat komunikasi yang sekarang menambah menipisnya   interaksi orang tua dengan anaknya.

Atau sepinya meja makan, yang dulunya tiap selesai makan bersama keluarga saling cerita kegiatan masing-masing. Ada  saat orang tua mendengarkan cerita atau keluhan anaknya,  dan orang tua punya waktu mendengarkannya. Keadaan sekarang anak tidak punya ‘tempat’ lagi untuk bertemu, bercerita atau berkeluhkesah kepada orang tua. Mereka akhirnya mendapatkan ‘tempat’ di tempat lain; temen main, teman sekolah, teman nge-mall bahkan teman di dunia maya. Sehingga anak merasa  “kurang lengkap”  mendapatkan  pendampingan serta  kasih sayang orang tua. Belangkan yang muncul akhirnya penyesalan saat anaknya sudah ‘masuk’ dalam kegiatan yang  tidak diharapkan.

Marilah kita sebagai orang tua menyediakan diri, waktu dan kesempatan, untuk hadir dan mendengarkan anak-anak kita. Waktu tak akan kembali. Diane Loomans menulis cukup baik, untuk mengingatkan kita sebagai  orang tua dalam mendampingi anak-anak kita sebelum semuanya terlambat, yang berujung pada penyesalan.
          

Jika aku diberi kesempatan mengulang membesarkan anak lagi ,

Aku akan lebih banyak melukis dengan jari dan lebih sedikit menunjukkan ( memaksa kehendak)
Aku akan lebih sedikit mengoreksi dan lebih banyak berhubungan dengan mereka.
Aku akan berhenti melihat jam /waktu dan memulai melihat dengan mata.
Aku akan lebih sedikit mencemaskan sesuatu dan lebih banyak memberikan perhatian.
Aku akan lebih banyak berjalan dan menerbangkan banyak layang-layang.
Aku akan lebih bersikap serius dan mulai bermain.
Aku akan berlari melintasi padang rerumputan  dan memandang bintang-bintang.
Aku lebih sering mengurangi sikap kerasku dan lebih bersikap bijak.
Aku akan lebih menghargai diriku sendiri dan keluargaku.
Aku akan lebih sedikit  mengajarkan tentang kekuasaan dan lebih banyak mengajarkan tentang cinta.


Sumber bacaan :
Trish Kuffner,“Play & Learn”, 2004.Gramedia Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar