Senin, 30 Juni 2014

Sedikitnya tokoh intelektual



Tajuk Rencana Kompas
Sedikitnya Tokoh Intelektual
Tajuk Rencana Kompas, Selasa, 24 Juni 2014


gambar : rumahfidzkiaimargogan.com


 “Dalam dunia akademik, menulis, memublikasikan,
dan menulis buku sesuai ilmu mereka
adalah keniscayaan.”


gambar : endibiora.blogdetik.com 

MINIMNYA tokoh intelektual Indonesia yang mendalami keilmuan yang disampaikan pakar ilmu politik dari Amerika Serikat, Jeffrey A Winters, meletupkan keprihatinan kita.

Letupan itu "lagi-lagi" mengingatkan tentang "gagalnya" nafsu besar melipatgandakan jumlah doktor. Terjadi ketidakseimbangan jumlah dan mutu lulusan perguruan tinggi, dalam hal ini S-3 (doktor). Tidak hanya ada ketimpangan antara rasio jumlah penduduk dan sarjana (S-1), lebih parah lagi faktor kemampuan pemegang gelar kesarjanaan.

Hasil pemikiran dan riset, salah satu kriteria kesarjanaan lulusan S-2 dan S-3 PT-PT di Indonesia, kurang "bunyi" di tingkat dunia. Hasil mereka tak pernah dimuat dalam jurnal-jurnal keilmuan. Buku, salah satu hasil riset, minim.

Kita tentu sedih ketika seorang doktor bahkan profesor doktor seumur-umur tidak menulis buku.

Jumlah ilmuwan atau kaum intelektual kita, taruhlah sebutan itu bisa ditaruhkan pada mereka yang bergelar doktor, setiap tahun naik. Jumlahnya meningkat terus, tetapi tidak sebanding dengan kolega mereka yang layak disebut intelektual.

Belum lagi gejala belakangan ini.
Ilmuwan, lagi-lagi kita taruhkan sebutan ini begitu saja dengan cendekiawan atau yang bergelar doktor, lebih gemar memasuki bidang non-keilmuan seperti bisnis, politik, atau dunia hiburan. Ilmuwan itu seharusnya lebih berkecimpung di bidang-bidang nonpragmatis dan bersikap apolitis praktis.
Upaya perbaikan terus dilakukan, di antaranya lewat akreditasi dan pengawasan, atau kini dalam tahap wacana PT di bawah satu kementerian. Itu belum cukup. Sebaiknya bukan hanya disertasi/tesis, tetapi juga keharusan memperkaya keilmuan lewat riset. Begitu juga gelar profesor yang dipersyaratkan angka kredit 850-1.050 perlu ditindaklanjuti keharusan para "baron" ilmu itu melakukan riset dan memublikasikannya dalam jurnal ilmiah.


Gelar doktor dan gelar profesor sama-sama gelar terhormat di dunia pendidikan tinggi. Di Indonesia dianggap sebagai capaian puncak. Dalam setiap pengukuhan, selalu dikatakan bukan akhir, melainkan awal, tetapi kenyataannya gelar itu lebih direpresentasikan dalam mengajar tidak juga dalam riset dan pengabdian masyarakat.


Kalau seumur-umur para "baron PT" itu tak satu pun menulis buku, tak satu pun menghasilkan riset, gelar ilmuwan atau cendekiawan tidak layak lagi.


Dalam dunia akademik, menulis, memublikasikan, dan menulis buku sesuai ilmu mereka adalah keniscayaan.

Tidak dialokasikannya dana cukup penerbitan jurnal, adanya "predator jurnal" di dunia internasional, tercemarnya jati diri kejujuran dalam kasus-kasus plagiat, jangan jadi pembenar minimnya ketokohan intelektual.

Kita berterima kasih kepada Prof Winters yang melecutkan merosotnya mutu kelimuan para doktor kita! 

Salah satu PR kita, pun pemerintahan baru!


 gambar : rubrikbahasa.wordprss.com




Diambil dari : Kritik bagi pemimpin, doa-bagirajatega.blogspot.com
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007426996
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Seabad Perang Dunia I



Tajuk Rencana Kompas
Seabad Perang Dunia I
Tajuk Rencana Kompas, Senin, 30 Juni 2014



                                                  gambar : sejarahtni.org



MASYARAKAT global akhir pekan lalu memperingati 100 tahun pecahnya Perang Dunia I, yang merupakan salah satu tragedi terbesar dalam sejarah manusia.


Setelah 100 tahun berlalu, kondisi keamanan dan perdamaian dunia tidak lebih baik, bahkan secara umum digambarkan penuh kerawanan konflik, meski Eropa sebagai panggung utama PD I tergolong aman. Sebelum mencapai kondisi aman seperti sekarang ini, Eropa bersama belahan dunia lain diobrak-abrik dan mengalami kegetiran oleh konflik terbuka berskala dunia, Perang Dunia II (1939-1945) dan Perang Dingin (1947-1991).


Tidak seperti Eropa yang relatif aman dan damai saat ini, kondisi di belahan dunia lain, terutama di Afrika dan Timur Tengah, sedang dilanda pergolakan oleh ancaman perang saudara, kekerasan, konflik bersenjata, dan bahaya terorisme. Realitas itu menggambarkan, kekonyolan konflik bersenjata dan perang tidak juga surut, meski dunia sudah mengalami pahit dan getirnya PD I, PD II, dan Perang Dingin yang meminta banyak korban jiwa dan kerugian harta benda tidak kecil.

Bahaya perang tidak selamanya didahului ancaman, tetapi sering datang tiba-tiba. Siapa yang menduga kalau kasus pembunuhan putra mahkota Kekaisaran Austro-Hongaria, Pangeran Franz Ferdinand, pada 28 Juni 1914 di Sarajevo, Bosnia-Herzegovina (dulu bagian Serbia), menyulut perang besar, Perang Dunia I.

Sejarah juga sudah memperlihatkan, setiap perang, entah yang tiba-tiba atau juga yang dipersiapkan, selalu gampang dimulai, tetapi sulit dihentikan. Semula PD I diperkirakan berlangsung dalam hitungan hari, minggu, atau bulan, tetapi akhirnya sampai empat tahun, setelah puluhan juta orang tewas.

Jauh lebih melelahkan Perang Dunia II yang berlangsung lima tahun, apalagi Perang Dingin yang berlangsung 44 tahun. Dunia benar-benar dilanda ketegangan panjang, sementara puluhan juta, bahkan ratusan juta, orang tewas secara langsung atau tidak langsung oleh keganasan perang.

Meski perang skala global tidak muncul saat ini, konflik bersenjata berlangsung di berbagai tempat di dunia, terutama di sejumlah negara Afrika dan Timur Tengah. Upaya menghentikan konflik tidak selalu gampang, bukan hanya pengaruh dendam dan ambisi ingin menang, melainkan juga karena kekerasan selalu melahirkan kekerasan.


Reproduksi kekerasan selalu menciptakan mata rantai kekerasan. Setiap serangan lazimnya diikuti oleh serangan lain.
Sadar atau tidak, kekerasan dan konflik bersenjata merupakan bentuk kekonyolan manusia karena pelaku maupun korbannya merupakan sesama manusia.


Jelas pula kekerasan sulit dipatahkan dengan kekerasan, tetapi mudah dijinakkan dengan kemauan dan semangat berdamai dengan sesama.



   
                                                     gambar : aninditablog.wprdpress.com




Diambil dari : Kritik bagi pemimpin, doa-bagirajatega.blogspot.com

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007571821
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Doa menjelang pemiihan Presiden 2014



Doa Menjelang Pemilihan Presiden 2014
(silakan didoakan secara pribadi atau bersama sama).



 

 
 gambar : wajahindonesiahari.blogspot.com


Allah Bapa yang Mahamurah,
kami mengucap syukur atas Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan alam yang indah, subur dan kaya, dengan penduduk yang Bhinneka Tunggal Ika.

Tuhan Yesus yang penuh kasih,
negara kami sedang merayakan pesta demokrasi untuk memilih presiden dan wakil presiden kami. Kami mohon pertolonganMu, agar pemilihan ini berjalan lancar, jujur, aman dan damai. Jauhkanlah pesta demokrasi ini dari rencana dan cara yang curang dan tak terpuji.

Ya Roh Kudus,
curahkanlah rahmat kebijaksanaanMu agar kami berani melakukan pilihan  dengan hati nurani dan pikiran yang jernih. Semoga presiden terpilih Kau terangi untuk mengusahakan damai sejahtera bagi seluruh bangsa.

Bunda Maria,
doakanlah kami, agar tetap hidup damai penuh persaudaraan dan menghargai setiap perbedaan, terutama di saat pemilihan presiden dan wakil presiden ini.  

 Doa ini kami panjatkan dengan perantaraan Kristus, Tuhan dan Penyelamat kami.



Bapa Kami 1X


Salam Maria 3X



Kemuliaan 1X



Sumber  : Rm. Jost. Kokoh Prihatanto, romojostkokoh.blogspot.com