Kamis, 26 Februari 2015

Pembelajaran IPS 7F



Dokumentasi pembelajaran IPS Sejarah 7F
Islam di Indonesia
SMP Tarakanita Gading Serpong





























Rabu, 25 Februari 2015

Islam di Indonesia



Islam di Indonesia




gambar : kompas image.com

Standar kompetensi

Memehami perkembangan masyarakat sejak masa Hindu – Budha sampai masa kolonial Eropa.

Kompetensi dasar      
Mendeskripsikanperkembangan masyarakat dan pemerinahan pada masa zIlam di Indonesia, serta peninggalan-peninggalannya

1.      Munculnya Islam
a.       Zaman kebodohan  atau Jahiliah
b.      Isalam dibawa oleh Nabi Muhamma SAW  dari ibu Siti Aminah dan ayahnya Abdul Multhalib keturunan suku Quraisy.
c.       Suku Qurasy aadalah suku terhormat yang mendapat kepercayaan  untuk menjaga dan memeilhara Kabbah, yakni bangunan suci berbentuk kubus yang terletak di Masjidil Haram, mekkah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim.
d.      Nabi diberi gelar  AL Amin ( orang yanhg dapat dipercaya )
e.       Nabi Muhammmad mendapat wahyu yang diturunkan maliakat Jibril di gua Hira
f.       Nabi muhammad hijrah dari mekkah ke Medinah ( = tahun baru Isalam )

2.      Mulanya Islam dibawa oleh para pedagang Gujarat, kemudian diikuti oleh orang-orang Arab dan Persia. Para pedagang ini pada umumnya memeluk Islam. Sambil berdagang mereka menyebarkan ajran Islam di tempat-tempat mereka berlabuh.

3.      Ada beberapa pendapat mengenai masuknya Islam ke Indonesia. Pendapat tersebut mereka kemukakan berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan. Pendapat yang menyatakan pengaruh Islam mulai masuk ke Indonesia adalah antara abad ke-7 dan ke-8. Pendapat ini mendasarkan bukti pada abad tersebut telah terdapat perkampungan orang ISlam di sekitar Selat Malaka..

4.      Pendapat lain menyatakan pengaruh Islam mulai masuk ke Indonesia abad ke-11. Pendapat ini mendasarkan bukti pada sebuah batu nisan Fatimah binti Maimun yang dikenal dengan Batu Leran di daerah Tuban Jawa Timur yang berangka tahun 1082 Masehi.

Sejarah masuknya Islam ke Indonesia
1.      Ada juga yang berpendapat pengaruh Islam mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-13. Pendapat ini berdasarkan bukti-bukti sebagai berikut:
2.      Batu nisan Sultan Malik al Saleh berangka tahun 1297 Masehi. Sultan Malik al Saleh adalah raja Samudra Pasai pertama yang masuk Islam. Kerajaan ini adalah kerjaan Islam pertama di Indonesia.
3.      Catatan perjalanan Marco Polo yang pernah singgah di Kerajaan Perlak (1292). Dalam catatannya menceritakan penduduk kota Perlak telah menganut Islam, sedangkan di luar kota belum, melainkan masih animisme dan dinamisme.
4.      Catatan Ibnu Battuta (12345 - 1346) yang menytakan bahwa Samudra Pasai menganut paham Syafi'i. Hal ini membuktikan bahwa Islam sudah berkembang di kerajaan tersebut.
5.      Catatan Ma-Huan musafir Cina ini memberitakan pada awal abad ke-15 Masehi sebagian besar masyarakat di pantai utara Jawa Timur telah memeluk agama Islam.
Suma Oriental dari Tome Pires musafir Portugis memberitakn tentang penyebaran Islam antara tahun 1512 sampai tahun 1515 Masehi, yang meliputi Sumatera, Teori-Teori Masuknya Islam ke Indonesia

Menurut beberapa sejarawan, agama Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang muslim. Meskipun begitu, belum diketahui secara pasti sejak kapan Islam masuk ke Indonesia karena para ahli masih berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang proses masuknya Islam ke Indonesia yaitu teori Mekkah, teori Gujarat, dan teori Persia.
  1. Teori Gujarat, Teori yang dipelopori oleh Snouck Hurgronje ini menyatakan bahwa agama Islam baru masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Kambay (Gujarat), India.

  1. Teori Persia, Teori ini dipelopori oleh P.A Husein Hidayat. Teori Persia ini menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Persia (sekarang Iran) karena adanya beberapa kesamaan antara kebudayaan masyarakat Islam Indonesia dengan Persia.

  1. Teori Mekkah, Teori ini adalah teori baru yang muncul untuk menyanggah bahwa Islam baru sampai di Indonesia pada abad ke-13 dan dibawa oleh orang Gujarat. Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Mekkah (arab) sebagai pusat agama Islam sejak abad ke-7. Teori ini didasari oleh sebuah berita dari Cina yang menyatakan bahwa pada abad ke-7 sudah terdapat sebuah perkampungan muslim di pantai barat Sumatera, Kalimantan, Jawa hingga kepulauan Maluku.

Faktor-faktor yang mendukung penyebaran Islam cepat berkembang di Indonesia adalah seperti berikut:
1.      Ajarannya sederhana, mudah dimengerti dan diterima.
2.      Syaratnya mudah, hanya dengan mengucapkan kalimat syahadat, yang berisi pengakuan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad utusan Tuhan.
3.      Islam tidak mengenal kasta, sehingga lebih mudah menarik bagi rakyat biasa yang jumlahnya justru lebih besar.
4.      Upacara-upacara keagmaan sangat sederhana.
5.      Islam disebarkan dengan cara damai lewat kesenian dan akulturasi dengn kebudayaan setempat.
6.      Jatuhnya Majapahit dan Sriwijaya menyebabkan kerajaan-kerajaan Islam berkembang pesat.
Saluran-saluran / cara penyebaran Islam di Indonesia yang digunakan pada abad ke-13 sampai abad ke-16 adalah sebagai berikut:

1.      Melalui cara akulturasi dan asimilasi kebudayan.

Hal ini dilakukan dengan menggunakan unsur-unsur kebudayaan lama untuk usaha penyebaran Islam. Misalnya menggunakan doa-doa dalam upacara adat seperti kelahiran, selapanan, perkawinan, seni wayang kulit untuk dakwah dan lain sebagainya.
  1. Melalui Cara Perdagangan

    Indonesia dilalui oleh jalur perdagangan laut yang menghubungkan antara China dan daerah lain di Asia. Letak Indonesia yang sangat strategis ini membuat lalu lintas perdagangan di Indonesia sangat padat karena dilalui oleh para pedagang dari seluruh dunia termasuk para pedagang muslim. Pada perkembangan selanjutnya, para pedagang muslim ini banyak yang tinggal dan mendirikan perkampungan islam di Nusantara. Para pedagang ini juga tak jarang mengundang para ulama dan mubaligh dari negeri asal mereka ke nusantara. Para ulama dan mubaligh yang datang atas undangan para pedagang inilah yang diduga memiliki salah satu peran penting dalam upaya penyebaran Islam di Indonesia.

  1. Melalui Perkawinan

    Bagi masyarakat pribumi, para pedagang muslim dianggap sebagai kelangan yang terpandang. Hal ini menyebabkan banyak penguasa pribumi tertarik untuk menikahkan anak gadis mereka dengan para pedagang ini. Sebelum menikah, sang gadis akan menjadi muslim terlebih dahulu. Pernikahan secara muslim antara para saudagar muslim dengan penguasa lokal ini semakin memperlancar penyebaran Islam di Nusantara.

  1. Melalui Pendidikan

    Pengajaran dan pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk. Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru agama, ulama, ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke kampung halamannya dan akan mendakwahkan Islam di kampung masing-masing.

  1. Melalui Kesenian

    Wayang adalah salah satu sarana kesenian untuk menyebarkan islam kepada penduduk lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terpandang yang mementaskan wayang untuk mengenalkan agama Islam. Cerita wayang yang dipentaskan biasanya dipetik dari kisah Mahabrata atau Ramayana yang kemudian disisipi dengan nilai-nilai Islam.

6.      Melalui Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran atau cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Ajaran tasawuf ini banyak dijumpai dalam cerita babad dan hikayat masyarakat setempat. Beberapa tokoh penyebar tasawuf yang terkenal adalah Hamzah Fansuri, Syamsudin, Syekh Abdul Shamad dan Nuruddin Ar-Ranirry.
7.      Dakwah Wali Songo
Proses penyebaran Islam di Nusantara khususnya di pulau Jawa tidak lepas dari peranan para wali. Para wali bertindak sebagai juru dakwah, penyebar dan perintis agama Islam. Dengan bekalpengetahuan agama dan keahlian tersebut,para wali mendapat banyak pengikut dan sangat dihormati.


Di Jawa, terdapat sembilan wali yang sangat terkenal. Para wali ini kemudian dikemal dengan sebutan Wali Songo ( wali sembilan, karena jumlah wali ada sembilan orang). Mereka adalah sebagai berikut.
1.        Sunan Ampel (Raden Rahmat), di Ampel, Surabaya.
2.        Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik.
3.        Sunan Giri (Raden Paku), di Bukit Giri, Surabaya.
4.        Sunan Drajat, di Drajat, Surabaya.
5.        Sunan Bonan (Makdum Ibrahim), di Bonang, Tuban
6.        Sunan Muria, yang tinggal di lereng gunung Muria, Kudus.
7.        Sunan Kalijaga (Joko Said), di Kalidangu, Demak.
8.        Sunan Kudus, yang bertempat tinggal di Kudus.
9.        Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), di Gunung Jati, Cirebon

Sumber :
1.      IPS Tim Abdi Guru. 2008. IPS Terpadu untuk SMP Kela VII Semester II. Erlangga: Jakarta
2.      dari berbagai artikel.
Bersambung....  : tentang materi kerajaan bercorak Islam di Indonesia.


Senin, 23 Februari 2015

Kebijakan Pemerataan Guru, Kompas



Kebijakan Pemerataan Guru

Febri Hendri AA, Peneliti Divisi MPP ICW
Kompas, Sabtu, 21 Februari 2015


“masyarakat juga dapat berpartisipasi memberikan fasilitas, kenyamanan, dan dukungan sosial bagi guru yang mengajar di sekolah terpencil... Febri Hendri AA


Gambar :Kompas image


Banyak guru tidak bersedia dipindahkan karena tidak ingin berpisah dari keluarga serta daerah tersebut minim sarana dan prasarana” Febri Hendri AA




Gambar : Kompas image


Anies Baswedan dikenal sebagai salah satu tokoh penggagas gerakan Indonesia Mengajar.



Gerakan ini dinilai berhasil mengirimkan anak muda berdedikasi mengajar di sekolah terpencil di sejumlah pelosok Indonesia. Sekarang, setelah ia dipilih menjadi Mendikbud, akankah Anies dapat mengulang keberhasilan membangkitkan semangat belajar murid terpencil dengan menyediakan guru PNS bagi mereka?

 Saat ini diperkirakan ada 2,2 juta guru di seluruh Indonesia, terdiri dari 1,6 juta guru di tingkat SD dan 609 guru di tingkat SMP (P2TK Kemdikbud, 2013). Dari 2,2 juta tersebut, 1,5 juta adalah guru PNS, 180.000 guru tetap yayasan, dan 677.000 guru tidak tetap alias guru honorer.

 Salah satu permasalahan ketersediaan guru bagi sekolah yang kekurangan guru adalah menumpuknya guru PNS di perkotaan. Ditaksir terdapat 11 persen guru di SD dan 27 persen SMP perkotaan perlu diredistribusi ke sekolah pedesaan dan terpencil (Bank Dunia, 2013). Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Bersama (Perber) 5 Menteri (Mendikbud, Menag, Mendagri, Menpan RB, dan Menkeu) tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS, yang salah satunya menjadi acuan untuk pemindahan guru antarsekolah dalam kabupaten/kota yang sama, antarkabupaten kota, dan antarprovinsi. Namun, setelah perber ini diberlakukan, distribusi guru tetap tidak merata.
Masih banyak sekolah yang kelebihan dan kekurangan guru PNS. Mengapa?


 Kebijakan pemerataan guru

 Salah satu faktor utama penyebab kegagalan kebijakan ini adalah karena desain kebijakan tak memperhatikan secara saksama dinamika hubungan politik-ekonomi antara pemerintah pusat dan daerah.

 Di satu sisi, pemerintah pusat berkepentingan terhadap keberhasilan pemerataan dan penataan guru (PPG) karena akan menekan kebutuhan guru PNS. Jika PPG berhasil, di mana guru tidak lagi terkonsentrasi pada sekolah tertentu dan distribusi merata di semua sekolah, hal ini akan mengurangi angka kebutuhan guru nasional. Penurunan angka kebutuhan guru nasional pada gilirannya akan menekan alokasi APBN untuk membiayai belanja guru berupa gaji, tunjangan, dan sebagainya.


 Kebutuhan guru PNS saat ini ditaksir mencapai 600.000 orang. Jika kebutuhan ini dipenuhi melalui rekrutmen calon PNS, dibutuhkan anggaran paling sedikit Rp 21,6 triliun setiap tahun. Angka ini juga akan meningkat dua kali lipat jika guru tersebut diberi tunjangan sertifikasi sehingga total jadi Rp 43,2 triliun. Pemerintah pusat, terutama Kementerian Keuangan, hampir pasti berkeberatan atas hal ini karena mempersempit ruang gerak dalam pengelolaan APBN. Inilah kepentingan pemerintah pusat atas PPG.

Sementara pemerintah daerah justru memperbanyak kebutuhan guru untuk meningkatkan jumlah pegawai. Jumlah pegawai yang besar akan memperbesar alokasi dana alokasi umum yang diterima pemda. Selain itu, memperbesar kebutuhan guru juga meningkatkan kebutuhan kuota CPNS guru. Sementara rekrutmen CPNS selalu menjadi ajang korupsi bagi elite politik dan birokrat daerah untuk mendapatkan keuntungan (ICW, 2013).


Perbedaan kepentingan dalam pemerataan guru ini sebenarnya telah diantisipasi oleh Perber 5 Menteri 2011. Antisipasi tersebut berupa penjatuhan sanksi berupa penundaan transfer dana perimbangan daerah, penolakan kuota CPNS, dan penilaian buruk atas kinerja pemda. Namun, sayangnya, sampai akhir masa berlaku perber ini, tak ada satu pun daerah yang mendapatkan sanksi dari pemerintah pusat. Tampaknya pemerintah pusat masih ragu menjatuhkan sanksi bagi daerah yang tidak serius memeratakan guru.


Selain itu, pemerintah pusat kurang optimal mendorong pemda mengimplementasikan kebijakan pemerataan guru. Hal ini terbukti dari minimnya program dan anggaran untuk mendukung dan mendampingi daerah melaksanakan PPG. Kalaupun ada program untuk mendukung PPG, itu pun sebatas sosialisasi kebijakan ini pada pemerintah daerah.

Tidak hanya kurangnya program dan pendampingan bagi daerah, koordinasi dan monitoring implementasi kebijakan ini juga tak berjalan baik. Berdasarkan hasil penelitian ICW, ditemukan bahwa pertemuan koordinasi dan supervisi di antara lima kementerian jarang dilakukan.


Aspek penting lain yang tak diantisipasi pemerintah dalam kebijakan adalah tidak adanya ruang partisipasi publik, terutama orangtua murid dan warga di sekitar sekolah. Kebijakan PPG sangat berorientasi pada bagaimana pemerintah menata birokrasi guru untuk mengatasi kesenjangan guru antarsekolah. Desain kebijakan tidak membuka ruang publik yang sebenarnya membutuhkan guru di setiap sekolah anaknya.


Banyak orangtua murid dan warga yang sudah menyampaikan keluhan kepada sekolah dan pemerintah daerah bahwa sekolah anaknya hanya memiliki satu atau dua guru yang mengajar di beberapa kelas. Sayangnya, keluhan mereka tidak ditanggapi secara serius oleh sekolah dan pemerintah daerah. Mereka beralasan daerah kekurangan guru dan rekrutmennya kewenangan pemerintah pusat. Padahal, mereka memiliki kewenangan memindahkan guru dari sekolah perkotaan yang kelebihan guru ke sekolah pedesaan dan terpencil yang kekurangan guru.


 Partisipasi masyarakat dalam PPG dapat berupa perhitungan bersama kebutuhan guru di sekolah, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Perhitungan kebutuhan guru dapat dijadikan dasar melihat kebutuhan pemerataan guru. Perhitungan kebutuhan guru akan memunculkan gambaran detail sekolah mana saja yang kelebihan dan kekurangan guru. Masyarakat juga dapat mengawal dan menekan pemerintah daerah agar melakukan pemindahan guru dari sekolah kelebihan ke sekolah kekurangan guru.


Misalnya, masyarakat juga dapat mengawal apakah ada mark up dalam perhitungan kebutuhan guru serta korupsi dan seleksi CPNS guru. Lebih dari itu, masyarakat juga dapat berpartisipasi memberikan fasilitas, kenyamanan, dan dukungan sosial bagi guru yang mengajar di sekolah terpencil. Dengan partisipasi seperti itu, masyarakat akan belajar dan memahami tentang kesungguhan dan komitmen kepala daerah serta birokrasi pendidikan atas kewajiban mereka memenuhi kebutuhan guru di sekolah-sekolah yang kekurangan guru.


Masalah lain yang juga tak kalah pelik adalah kesediaan guru PNS dipindahkan ke sekolah terpencil. Banyak guru tidak bersedia dipindahkan karena tidak ingin berpisah dari keluarga serta daerah tersebut minim sarana dan prasarana. Mereka ingin agar anak-anak mereka tumbuh di daerah yang memiliki fasilitas memadai untuk berkembang dan belajar.


Beberapa pemda memang cukup berhasil memindahkan guru dari sekolah yang kelebihan guru ke sekolah yang kekurangan guru. Namun, yang dipindahkan umumnya adalah guru muda yang belum berkeluarga dan disertai adanya tunjangan daerah bagi guru tersebut. Sayangnya, hanya sedikit daerah yang melakukan hal ini karena lemahnya komitmen untuk memeratakan guru.



Penutup


Pada akhirnya pemenuhan guru, terutama di daerah terpencil, bergantung pada pemerintah pusat. Apakah pemerintah cukup jeli melihat permasalahan dan merumuskannya dalam kebijakan yang tepat sehingga dapat mendorong semua pemangku kepentingan pendidikan melakukan pemerataan guru. Kebijakan di pusat itu ada di tangan Mendikbud baru.


 Apakah dia bisa bekerja sama antarkementerian/lembaga, pemerintah daerah, serta masyarakat untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan pemerataan guru dengan baik? Hanya waktu yang bisa menjawab pertanyaan ini.


FEBRI HENDRI AA Peneliti Divisi MPP ICW




Sumber :
Kompas, Kritik Bagi Pemimpin, doa-bagirajatega.blogspot.com