Tangkap Maling di Kampung
Maling
Sidharta Susila ; Pendidik, Tinggal di Muntilan-Magelang
|
KOMPAS, 04 Januari 2016
Semasa
kecil, di daerah tempat tinggal penulis, ada satu kampung yang dijuluki
kampung maling. Generasi ke generasi menuturkan bahwa pekerjaan orang-orang
di kampung itu mencopet dan mencuri atau maling.
Setiap
generasi seperti punya spontanitas mengajarkan ihwal kampung maling itu.
Pertama-tama bukan untuk membangun stigma, melainkan lebih sebagai iktikad
baik untuk mengajarkan sikap waspada dan hati-hati jika bersama orang-orang
dari kampung maling.
Masih
lekat dalam ingatan, beberapa kali ketika penulis naik kendaraan umum, lalu
ada sejumlah orang dari kampung maling ikut menaiki angkutan yang sama, kami
saling memberi kode untuk mulai waspada. Kode itu bisa dengan isyarat mata.
Beberapa orang menyenggol anaknya agar segera waspada. Kami yang masih
kanak-kanak sudah paham dan tahu sikap apa yang harus segera dibangun ketika
orang dari kampung maling ada di antara kami.
Ketika
musim panen padi tiba, orang-orang dari kampung maling juga sering ikut
mencari gabah sisa dari batang padi yang sudah dirontokkan padinya. Ini
pekerjaan memulung padi. Kami menyebutnya ngasak. Terhadap para pengasak dari
kampung maling, orang-orang di kampung kami sering memberikan pengawasan
khusus.
Orang-orang
dewasa di kampung kami sering mengajarkan bahwa orang dari kampung maling
sering mencuri padi saat berjalan menyusuri pematang sawah yang padinya telah
menguning. Caranya, mereka berjalan berombongan; lebih kurang sepuluh orang
setiap rombongan. Sambil terus berjalan menyusuri pematang sawah, tangan
mereka meraih bulir-bulir padi, lalu segera dimasukkan ke dalam bakul yang di
gendongnya. Dengan cara seperti itu, aksi mencuri padi tak akan kelihatan.
Ini persis aksi mencopet.
Begitulah
orang-orang di kampung kami mengajarkan kepada generasi di bawahnya ihwal
orang-orang di kampung maling. Karena dituturkan turun-temurun dalam pesan
dan dengan cara yang sama, demikian kami yakini bahwa memang kampung maling
dihuni para pencopet dan maling.
Tragedi
"Petrus"
Keyakinan
bahwa kampung maling memang kampungnya para maling dan pencopet semakin kukuh
ketika pada episode tragedi "Petrus" (penembak misterius) pada
1980-an ada seorang korban penembakan "Petrus" yang diletakkan
melintang di jalan utama orang kampung maling untuk menuju ke desa lain.
Belakangan, korban "Petrus" itu diketahui seorang maling dari
kampung lain.
Orang-orang
pada 1980-an belajar bahwa tempat meletakkan korban penembakan
"Petrus" sering kali menjadi pesan simbolis. Pada korban
"Petrus" yang diletakkan di jalan utama kampung maling itu kami
pahami sebagai pesan untuk mengingatkan kenekatan orang-orang di kampung
maling.
Saat itu
kami memang frustrasi dengan perilaku para maling. Mereka nekat. Aksi para
garong yang brutal juga merebak di mana-mana. Ketika suatu kali orang kampung
kami mendapati maling yang sedang beraksi, lalu maling itu dikejar
beramai-ramai, maling itu lari menuju hamparan sawah yang bersebelahan dengan
kampung maling. Kalau sudah begitu, kami tak akan melanjutkan pengejaran.
Kami tahu mereka sudah menuju ke habitatnya: kampung maling.
Mengejar
maling sampai ke kampung maling kami yakini hanya kesia-siaan, bahkan bisa
menjemput sial. Di kampung maling, para maling saling melindungi. Tak akan
pernah bisa menangkap maling di kampung maling. Pun para polisi. Kelihatannya
waktu itu aparat juga kehabisan akal untuk menghentikan aksi para maling.
Barangkali karena itu pulalah seorang maling atau mantan maling yang mati
ditembak "Petrus" diletakkan telentang melintang di jalan keluar
utama kampung maling.
Apa yang
terjadi hari-hari ini mengingatkan penulis tentang ihwal kampung maling.
Aneka kejahatan diungkap. Pelaku kejahatan ditangkap. Bukti-bukti tindak
kejahatan pun lengkap didapat. Namun, si pelaku kejahatan licin dijerat.
Sementara
itu, sejumlah orang pasang badan membela tersangka pelaku kejahatan. Sejumlah
media cetak dan elektronik lihai membangun kisah membolak-balik nalar dan
logika dengan menjejali masyarakat kontes muslihat para pakar. Akibatnya,
masyarakat yang semula melihat gamblang tindak kejahatan mulai kabur dan ragu
akan penglihatan serta pemahamannya semula. Pelaku kejahatan pun berubah
menjadi pahlawan. Atau minimal diloloskan. Ini sejenis metode pembelajaran
canggih tentang ihwal negeri maling.
Jangan-jangan
kita sedang tinggal di negeri maling. Kalau benar, pastilah sulit menangkap
maling di negeri maling. Paling sial anak cucu kita. Saat bergaul dengan
bangsa lain, mereka akan mendengar perkataan, "Hati-hati, kita sedang
ada bersama orang dari negeri maling." ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar