LENTERA:
ANTI
MAINSTREAM
Dalam suatu sungai terdapat komunitas ikan sapu-sapu yang hidup dalam satu ceruk agak sempit. Sebetulnya
ikan sapu-sapu itu sudah cukup lama
tinggal di tempat itu di namun
apa daya
mereka tidak bisa
pindah ke tempat lain karena di
sekitar tempat itu arusnya cukup deras. Mereka bergerak
kurang leleuasa dan
hanya makan sisa
sampah yang terdampar di tempat itu.
Namun di tengah kesia-siaan dan keputusasaan
terlihat sepasang ikan petualang yang berjuang mencoba melawan arus yang deras melintasi sungai. Baru saja mereka keluar dari ceruk
itu mereka sudah terbanting di batu yang
tajam sehingga tubuh mereka terluka namun nampaknya mereka
tidak menyerah mereka. Sepasang ikan petualang itu. Nampak saling
menggingit dan terus mencoba berenang
di dasyatnya arus sungai dan keberuntungan
berpihak kepada mereka sehingga sampailah mereka di genangan
yang luas dan
cukup jernih yang meyerupai kolam dengan
tubuh yang penuh luka. Akhirnya
sepasang ikan petualang
itu hidup di tempat baru
yang lebih baik. Mereka berubah
setalah mereka keluar dari comfort zone.
Ketika saya masuk dalam salah kelas 7B ada seorang siswi yang menyebut diri sebagai anti
mainstream saya agak kaget
dan dalam hati bertanya, apa
yang berbeda sehingga berani
menyebut diri anti mainstream. Pada suatu
pagi yang lain saya masuk di kelas yang
sama saya melihat
kelas cukup rapi di
papan tulis sudah tersedia penghapus dan tertempel dua spidol yang
sudah siap pakai. Waow… ini
pemandangan yang langka sehingga
saya spontan mengajak
untuk memberikan aplaus kepada mereka.
Pengalaman lain di kelas 7F, setiap saya masuk kelas ini
saya disambut dengan lagu kebangsaan mereka dengan semangatnya. Meskipun lagu
ini ada niat mem-bully salah satu temannya
tetapi saya mereka
mengawali pelajaran dengan
keceriaan di tengah kebanyakan kelas yang menyambut
Beberapa tahun
yang lalu ketika saya mengajar di ruang doa ada seorang anak yang memunguti
sampah kertas. Di antara mayoritas teman yang suka mengotori dan suka melempari
teman dengan tembakan kertas perilaku siswa tadi
juga sebagai anti mainstream.
Saya cukup terkesan dengan perilaku rekan guru yang suka memungut
sampah dan selalu mempersiapkan presentasi dengan laptonya yang sudah sering error. Di antara guru yang masih konvensional dan kurang
peduli terhadap lingkungan seperti
saya perilaku teman saya tadi juga anti mainstream.
Ada seorang guru
besar di salah satu perguruan tinggi di
Amerika yang menjadi dosen favorit bagi
para mahasiswa. Guru besar
tersebut menjadi dosen favorit bukan karena materi kuliahnya tetapi
ternyata setiap mengajar beliau
selalu memberikan cerita inspirasi.
Saya sedih ketika
melihat ruang matematika banyak mejanya penuh dengan tulisan memakai tip-ex dan
meja perpustakaan yang mejanya berlubang karena
dikorek dengan bulpen
atau alat yang lain
oleh tangan-tangan yang kurang
bertanggung jawab.
Semoga kisah-kisah kecil anti mainstream di atas memberi inspirasi dan dapat
menjadi lentera bagi arus besar yang latah dengan ketidakpedulian, keisengan,
dan perilaku konvensional lainnya
sehingga mampu memberi perubahan yang lebih baik.
Selamat menyambut
Natal dan Tahun Baru dengan
penuh harapan dan semangat
pembaharuan. Salam anti anti mainstream. ( voncho e setyanta )
( Penulis Guru SMP Tarakanita
Gading Serpong, tulisan ini pernah diterbitkan di majalah “ICON” SMP Tarakanita
Gading Serpong edisi 8 bulan Desember
2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar