JATUH
DAN BANGKIT
Sore itu aku sengaja bersepeda keliling kompleks.
Perlahan kugowes pedal ‘Polygonku’
menyususri jalanan. Sesekali aku harus menghidari lubang-lubang di jalanan atau
harus mengerem mendadak karena anjing yang tiba-tiba memotong jalanku. Semakin
lama gowesanku makin kencang sampai …. “grubyaak…!”. Tahu – tahu aku sudah
jatuh menimpa ‘Polygonku’. Rupanya aku kurang gesit menghindari batu di
depanku. Batu itu tidak terlalu besar, hanya sekepalan tanganku. Meski kecil,
batu itu cukup sukses membuatku jatuh.
Sakit, memang. Tetapi rasa malu yang kurasa lebih besar dari rasa sakit yang kualami.
Apalagi ketika aku melihat sekelompok anak kecil yang menertawakan aku. “Ihhh,
bukannya menolong, malah menertawakan,” batinku dongkol. Dengan menahan sakit
dan malu aku berusaha bangkit. Untung ada seseorang yang menolongku. Setelah
mengucapkan ‘terima kasih’ aku kembali menggowes ‘Polygonku’
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita mengalami hal-hal
yang tidak menyenangkan, memalukan, bahkan membuat kita terpuruk (yang untuk
selanjutkan saya sebut dengan ‘kegagalan’). Misalnya gagal masuk peringkat
sepuluh besar di kelas, kalah dalam perlombaan atau pertandingan tertentu,
ketahuan melakukan pelanggaran dan dihukum, atau hal-hal lainnya.
Ada berbagai cara untuk
menutupi ‘kegagalan’ kita, misalnya
dengan bersikap masa bodoh atau pura-pura tidak ada masalah, menyalahkan orang
lain sebagai penyebab ‘kegagalan’ yang kita alami, atau bahkan terpuruk dan
meratapi ‘kegagalan’ itu. Namun ada satu cara yang saya rasa lebih tepat
daripada cara-cara sebelumnya, yaitu dengan bangkit dan memperbaiki diri. Ungkapan ini kuperoleh saat aku
menyimak kotbah pastu di gereja pada misa hari Minggu. Dalam kotbahnya
diceritakan bahwa ada seorang pastur yang harus meminpin misa di sebuah
penjara, tiba-tiba pastus itu terjatuh. Seluruh jemaat –yang hampir semuanya
kaum binaan- menertawakannya. Bukannya marah, pastur ini berusaha bangkit yang
berkata “Saudara-saudara, dalam hidup kita seringkali kita ‘jatuh’ sama seperti
yang Saudara-saudara alami saat ini. Saat ini Saudara-saudara sedang mengalami
kejatuhan, tetapi yang terpenting adalah bahawa Saudara-saudara mau bangkit
dari kejatuhan ini atau tidak? Sama halnya dengan yang saya alami baru saja.
Saya jatuh tetapi saya bangkit. … Semua jemaat yang tadinya menertawakan Sang
Pastur akhirnya terdiam.
Jatuh (kegagalan) memang tidak enak, apalagi bila
ditertawakan orang. Apalagi bila ‘kegagalan’ kita menjadi bahan lelucon bagi
orang lain. Tak jarang ketika kita mengalami ‘kegagalan ‘ justru orang lain
merasa senang. Tapi yakinlah bahwa di antara mereka yang menertawakan kita ada
orang berhati tulus yang mau menolong kita. Dialah Tuhan Sang Penolong Sejati.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah
‘Maukah kita menyambut uluran tangan Tuhan?. ‘Jatuh’ adalah hal biasa dalam kehidupan namun ‘Bangkit’ adalah hal luar biasa dalam
kehidupan. So, lakukanlah hal yang
luar biasa itu dalam kehidupan kita, karena Tuhan selalu menolong kita. Amin.(Dian Krist ).
( Penulis
adalah Guru SMP Tarakanita Gading Serpong,
tulisan ini pernah diterbitkan di majalah “ICON” SMP Tarakanita Gading Serpong
edisi 8 bulan Desember 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar