Gambar : dok pribadi
TAJUK
RENCANA Kompas
MENGAGETKAN, banyak
guru belum pernah membaca Kurikulum
2013 yang akan diimplementasikan di semua sekolah tahun ini.
Berhasil-tidaknya setiap kurikulum tidak bisa dipisahkan dari guru, buku, dan sistem evaluasinya. Setiap perubahan perlu dilakukan secara terintegrasi. Kurikulum yang teruji secara akademis ketika persiapan di lapangan tidak diintegrasikan dengan kesiapan guru ibarat kereta dengan sais bloon. Tujuan tidak tercapai, evaluasinya bias. Buku teks satu-satunya sumber. Secara pedagogis, praksis pendidikan mandek.
Berhasil-tidaknya setiap kurikulum tidak bisa dipisahkan dari guru, buku, dan sistem evaluasinya. Setiap perubahan perlu dilakukan secara terintegrasi. Kurikulum yang teruji secara akademis ketika persiapan di lapangan tidak diintegrasikan dengan kesiapan guru ibarat kereta dengan sais bloon. Tujuan tidak tercapai, evaluasinya bias. Buku teks satu-satunya sumber. Secara pedagogis, praksis pendidikan mandek.
Waktu penerapan
Kurikulum 2013 terkesan "dipaksakan". Kita ajukan sejumlah syarat
agar tidak sekadar menjadi legacy politis. Satu di antaranya kesiapan buku
teks dan guru. Kesiapan buku teks lebih mudah dilakukan daripada
kesiapan guru. Buku teks tersedia tidak jaminan kurikulum berhasil.
Potensi itu terjadi
pada penerapan Kurikulum 2013. Ketidaksiapan guru bukan hanya wacana, melainkan
fakta temuan dari 2.467 responden guru di 4.000 sekolah selama 2006-2010
(Kompas, 4/1). Dalam kaitan
evaluasi, sistem ujian nasional (UN) yang terus berlaku di jenjang menengah
pertama dan atas perlu dievaluasi.
Evaluasi tidak hanya menyangkut masalah materi, tetapi juga sistem.
Sekalian mencegah UN menjadi "palu godam" menakutkan, evaluasi perlu
dilakukan setiap saat.
Salah satu keberatan penerapan kurikulum baru pada 2014 terutama menyangkut
kesiapan guru. Merekalah
sais. Lebih dari sais, mereka perlu melakukan dekonstruksi atas kebiasaan lama,
mengubah paradigma dan cara mengajar. Tematik
integratif, salah satu kekhasan Kurikulum 2013,
sangat berbeda dengan praksis pendidikan selama ini, yang mengandalkan
pengotakan dengan dalih pengayaan materi, dan dengan sumber utama buku teks.
Mengubah cara berpikir,
bersikap, dan peran guru mungkin paling sulit
dibandingkan dengan mempersiapkan buku dan cara evaluasi. Yang diubah adalah
manusia, yang membutuhkan atensi dan sentuhan manusiawi. Ketika profesi ini
dimasuki orang yang telanjur kecemplung bukan dengan "hati"
terjun ke profesi keguruan, yang berkembang bukanlah
semangat pengabdian, melainkan semangat transaksional.
Ketika nasib guru terus
diperbaiki, lewat program sertifikasi dan gaji misalnya, kita menyaksikan
profesi ini kebanjiran peminat. Pada saat itulah, tanpa sadar semakin beragam
pula variasi minat calon guru.
Menjelang penerapan
Kurikulum 2013, yang lebih mendesak adalah dekonstruksi mental dan cara
mengajar guru dipersiapkan lebih serius. Dalam pelatihan guru, pendekatan
praktik dan simulasi model perlu dilengkapi dengan sentuhan kejiwaan.
Kata kuncinya, baik-tidaknya praksis pendidikan adalah guru. Kepadamu guru,
kami bergantung!
Selasa, 07 Januari 2014
http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003983067
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar