Uji Pemetaan Mutu Pendidikan
SUYONO, Kompas, Jumat, 20 Februari 2015
Gambar : Kompas image
“UPM-PDM seharusnya diberikan kepada
siswa kelas I sampai XII tanpa
kecuali,
yang pelaksanaannya dapat dilakukan
di awal, tengah,
ataupun akhir tahun (tiap saat)”.
SUYONO Guru
Besar Universitas Negeri Malang
Ke depan,
ujian nasional tidak lagi menjadi salah satu faktor penentu kelulusan siswa.
Kelulusan siswa sepenuhnya ditentukan oleh guru dan sekolah.
Ujian
nasional (UN) diposisikan sebagai instrumen pemetaan kualitas pendidikan di
setiap wilayah (Kompas, 2/1/2015). Keputusan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan itu disambut baik oleh guru dan kepala sekolah dengan harapan hasil
UN benar-benar dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Apabila
kelulusan siswa benar-benar ditentukan oleh guru dan sekolah, serta hasil UN
dimanfaatkan untuk pemetaan mutu pendidikan di tiap wilayah, perlu ditetapkan
keputusan dan serangkaian langkah berikut.
Gambar : dokumentasi bewe2021
UPM bukan UN
Ujian untuk
pemetaan kualitas pendidikan tidak tepat jika tetap menggunakan nama UN. Sesuai
dengan kegunaannya, lebih tepat digunakan uji pemetaan mutu pendidikan dasar
dan menengah (UPM-PDM) mengingat ujian itu memang untuk pemetaan mutu pendidikan
di jenjang pendidikan dasar dan menengah (SD, SMP, dan SMA/SMK).
Cakupan
pertanyaan dalam UPM-PDM juga berbeda dengan cakupan UN. Cakupan butir-butir
pertanyaan dalam UPM-PDM paling tidak mengarah pada empat bidang, yakni :
(i)
bidang uji
penguasaan kompetensi/materi esensial,
(ii)
uji
kesulitan belajar siswa (tes diagnostik),
(iii)
uji potensi
akademik siswa, serta
(iv)
uji
kompetensi membaca, menulis, berhitung (SD), serta
uji
kompetensi membaca dan menulis (SMP dan SMA/SMK).
Jangan
memunculkan butir pertanyaan yang remeh-temeh dalam paket UPM-PDM ini.
Dengan
demikian, UPM-PDM tidak hanya untuk mengukur daya serap siswa terhadap beban
kurikulum seperti UN selama ini, tetapi memiliki cakupan yang lebih luas.
Dengan empat cakupan itu, hasil UPM-PDM benar-benar kaya dan akan sangat
bermakna, tidak miskin dan artifisial seperti hasil UN selama ini.
Dikatakan
demikian karena hasil UPM-PDM benar-benar mengungkap penguasaan materi
esensial, kesulitan belajar, potensi akademik, dan kemampuan membaca dan
menulis (serta berhitung untuk SD), yang diperlukan untuk acuan perbaikan
pembelajaran menyeluruh.
Karena untuk
pemetaan mutu pendidikan, kurang tepat jika UPM-PDM hanya diberikan kepada
siswa kelas VI (SD), IX (SMP), dan XII (SMA/SMK), seperti UN selama ini.
UPM-PDM seharusnya diberikan kepada siswa kelas I sampai XII tanpa kecuali,
yang pelaksanaannya dapat dilakukan di awal, tengah, ataupun akhir tahun (tiap
saat). Dengan demikian, hasil UPM- PDM benar-benar menyeluruh dan dapat
digunakan sebagai landasan untuk meningkatkan mutu pendidikan di setiap
wilayah.
Jika UPM-PDM
hanya diberikan kepada kelas VI, IX, dan XII (seperti layaknya UN), hasilnya
tidak menyeluruh atau tidak memberikan informasi yang lengkap. Hasil belajar
kelas VI, IX, dan XII juga tidak akan menggambarkan keseluruhan siswa (12
kelas) mengingat inputsetiap angkatan juga berbeda-beda, demikian juga kualitas
guru.
Sebagai
contoh, jika di satu wilayah kualitas hasil ujian kelas VI, IX, dan XII sangat
baik, itu bukan berarti pendidikan di SD, SMP, dan SMA/SMK di wilayah itu
sangat baik pula. Mengapa? Kebetulan kualitas input dan guru untuk kelas VI,
IX, dan XII di wilayah itu untuk kurun waktu tersebut memang baik. Sangat
mungkin input untuk kelas V, VIII, dan XI (adik kelas) kurang baik, demikian
juga untuk angkatan-angkatan yang lain.
Dengan
demikian, jika semua kelas jadi sasaran UPM-PDM, perbaikan pendidikan juga
dapat diarahkan kepada semua siswa (kelas) dan semua guru, tanpa kecuali
sehingga dampaknya akan lebih masif. Dengan sasaran seperti itu, biaya untuk
penyelenggaraan UPM-PDM memang lebih besar (empat kali lipat) jika dibandingkan
dengan UPM- PDM yang hanya diberikan kepada siswa kelas VI, IX, dan XII.
Antasipasi-tindak lanjut
Apabila UN
tidak lagi jadi bagian penentuan kelulusan dan kelulusan sepenuhnya ditentukan
oleh guru dan sekolah, perlu langkah antisipasi berikut.
Pertama, pemerintah perlu membuat
keputusan dan rambu- rambu yang jelas, rinci, dan tegas mengenai larangan
adanya ujian bersama oleh sekelompok sekolah, baik atas dasar wilayah
(kabupaten/kota/provinsi) maupun atas dasar kesamaan kelembagaan (satu yayasan
atau satu grup sekolah). Jika tak dilarang, ujian bersama itu pasti akan
terjadi, dan itu tak ada gunanya. Akibatnya, tetap ada seperti UN dengan nama
berbeda.
Kedua, larangan atau rambu-rambu
agar guru dan sekolah tidak mengobral nilai. Jika nanti kelulusan sepenuhnya
diserahkan kepada guru dan sekolah dan hasilnya meningkat sangat drastis,
bahkan semua siswa lulus, itu bukan karena pelaksanaan pembelajaran berubah
drastis menjadi baik. Namun, itu semata-mata karena guru dan sekolah mengobral
nilai dengan kualitas pembelajaran yang sama saja atau bahkan lebih rendah
(karena tidak ada lagi tantangan UN).
Ketiga, tetapkan saja setiap siswa
selalu naik dan pasti lulus jika memenuhi syarat-syarat: (i) tidak melakukan
tindakan kriminal, (ii) aktif belajar (masuk sekolah) minimal 90 persen, (iii)
mengerjakan semua pekerjaan yang ditugaskan guru. Untuk masuk ke perguruan
tinggi, tetapkan kriteria yang tinggi dan ketat.
Keempat, tetapkan disinsentif untuk
guru atau sekolah yang mengobral nilai, misalnya beda nilai capaian hasil
UPM-PDM dan ujian guru atau sekolah maksimal dua poin dan jika lebih besar
daripada itu, guru dan sekolah diberi sanksi tertentu. Sebagai ilustrasi, jika
hasil ujian guru atau sekolah suatu mata pelajaran 9, hasil UPM-PDM minimal 7.
Jika hasil UPM-PDM hanya 6 atau bahkan 5, itu pasti bermasalah dan guru pasti
mengobral nilai. Apa disinsentifnya? Itu harus dirumuskan bersama dengan
cermat. Tanpa ketentuan tersebut, guru dan sekolah pasti akan mengobral nilai.
Keadaan seperti itu hanya merugikan siswa dan masyarakat.
Apa tindak
lanjut setelah UPM-PDM ini? Dari empat cakupan UPM-PDM, paling tidak dapat
dilakukan tindak lanjut berikut.
Pertama, pelatihan guru untuk
pendalaman materi esensial dan pembelajarannya, termasuk bagaimana belajar
fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang tepat. Pelatihan ini berdasarkan
capaian nilai untuk butir-butir pertanyaan materi esensial. Melalui pelatihan
ini, guru dapat membelajarkan siswa memahami materi esensial yang sangat
diperlukan untuk menyelesaikan dan melanjutkan studi, mempersiapkan diri
memasuki dunia kerja, dan belajar sepanjang hayat.
Kedua, pelatihan pendalaman
pembelajaran membaca dan menulis serta berhitung. Keterampilan siswa membaca
dan menulis sangat penting, bukan hanya untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia,
melainkan juga mata pelajaran yang lain, bahkan untuk kehidupan siswa ke depan.
Ketiga, pelatihan guru untuk
materi-materi sulit. Pelatihan ini berdasarkan temuan bahwa sejumlah materi
sulit dialami siswa berdasarkan hasil UPM-PDM. Keempat, pelatihan guru untuk
pengembangan kemampuan berpikir siswa. Dari butir-butir tes potensi akademik
dalam UPM-PDM dapat diungkap bagaimana kemampuan berpikir siswa. Dari butir
soal materi sulit, kemampuan berpikir siswa juga dapat dideteksi.
Dengan demikian, melalui UPM-PDM
yang butir-butirnya soalnya mencakup empat aspek seperti yang diusulkan di
atas, dapat diperoleh informasi yang lengkap dan mendalam untuk memperbaiki
kualitas pendidikan.
SUYONO Guru
Besar Universitas Negeri Malang
Sumber :
Sumber :
Kompas, Kritik
Bagi Pemimpin, doa-bagirajatega.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar