Evaluasi Ujian Nasional
Kliping koran
Kompas.com, Kamis, 18 April 2013
Anita Lie Guru Besar Program Pascasarjana Unika Widya Mandala, Surabaya
Penundaan ujian nasional di 11 provinsi menjadi
berita utama di media massa dan menarik perhatian Presiden SBY untuk
menginstruksikan dilakukannya investigasi terhadap persoalan yang ada.
Sementara proses investigasi masih berlangsung dan
para pengkritik di milis, media massa, ataupun media sosial menyoroti kekacauan
dalam pengelolaan administrasi ujian nasional, akan lebih bermanfaat jika kita
bisa menimba pelajaran dari realitas penyelenggaraan ujian nasional berdasarkan
prinsip-prinsip penilaian pendidikan dan menawarkan solusi perbaikan untuk masa
mendatang.
Walaupun kritikan terhadap ujian nasional terus
dilayangkan dan Mahkamah Agung telah memenangi gugatan masyarakat lewat gugatan
citizen lawsuit soal penyelenggaraan ujian nasional pada 2009, pemerintah tetap
melaksanakan ujian nasional dengan alasan kebutuhan standardisasi.
Secara legal, keputusan MA masih memberikan ruang
bagi pemerintah untuk tetap menyelenggarakan ujian nasional dengan catatan
pemerintah telah meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana
sekolah, akses informasi yang lengkap di seluruh daerah di Indonesia, serta
mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi gangguan psikologi dan mental
peserta didik akibat penyelenggaraan ujian nasional.
Kebersikukuhan kedua pihak—Kemdikbud versus
pengkritik ujian nasional—pada posisi masing-masing bisa menjadi penghambat
proses pengembangan dan penyempurnaan suatu sistem standardisasi dan penilaian
pendidikan.
Dalam konteks negara Indonesia dengan tingkat
kemajuan pendidikan yang sangat beragam antardaerah, sistem penilaian hasil
belajar peserta didik dipercaya bisa memberikan gambaran standardisasi yang
dibutuhkan sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu. Bahkan, dalam beberapa
tahun terakhir ini, Amerika Serikat juga melaksanakan standar pendidikan secara
ketat untuk mengatasi ketertinggalan dari berbagai tes perbandingan
antarnegara. Tentu saja sistem penilaian pendidikan di mana pun selalu
menyisakan ruang untuk perbaikan.
Peningkatan mutu pendidikan nasional membutuhkan keterbukaan
dari pihak pemerintah untuk mengkaji kelemahan-kelemahan serta kearifan para
pemerhati yang peduli terhadap pendidikan untuk memberikan kesempatan dan ruang
perbaikan sistem. Bahkan, ujian sekaliber TOEFL, SAT, IELTS, dan GRE pun telah
mengalami proses bertahun-tahun pelaksanaan dan banyak forum pakar untuk bisa
memperbaiki sistem administrasi ataupun meningkatkan mutu soal.
Perbaikan sistem
Perbaikan sistem penilaian pendidikan mencakup empat
isu sentra.
1. Prinsip
Penilaian Belajar.
·
Ada berbagai macam tujuan, bentuk, dan
format penilaian belajar.
·
Salah satu pepatah yang juga berlaku
dalam penilaian belajar: Not everything
that counts can be counted and not everything that can be counted counts
(tidak semua yang bermakna bisa dihitung dan tidak semua yang bisa dihitung
bermakna) mensyaratkan adanya penilaian alternatif dan otentik dalam proses
belajar mengajar.
·
Ujian berbentuk pilihan ganda seperti
ujian nasional tentu saja tidak memadai untuk menilai prestasi, kemajuan, dan
kekurangan peserta didik. Sebenarnya Kemdikbud sudah menerima kenyataan ini dan
memutuskan ujian nasional bukan satu-satunya penentu kelulusan. Namun, upaya
sosialisasi dan pelatihan di tingkat sekolah masih perlu terus dilakukan agar
sekolah-sekolah mempunyai kepercayaan diri dan kompetensi untuk mengembangkan
bentuk-bentuk penilaian yang lain guna melengkapi ujian nasional dan suatu saat
nanti bahkan tidak lagi membutuhkan ujian nasional sebagai penilaian standar.
·
Kenyataan di lapangan menunjukkan sebagian
besar guru di Indonesia pada saat ini masih belum cukup kompeten dan terampil
menyusun instrumen penilaian belajar yang baik dan tepat. Tentu saja situasi
ini tidak seharusnya dijadikan alasan pembenaran untuk pelanggengan ujian
nasional tanpa batas.
2. Pelanggaran
dalam penyelenggaraan tidak semestinya ditoleransi dengan label ekses dan
oknum.
·
Ini bukan persoalan persentase dalam
statistik.
·
Dalam pendidikan, rasio pelanggaran
(yang dianggap) sangat kecil sudah menjadi persoalan sangat serius karena
memberikan dampak modeling negatif yang akan sangat merusak proses pendidikan
karakter anak dan bangsa.
·
Karena nila setitik rusak susu
sebelanga. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
·
Skandal kecurangan guru dalam ujian
ternyata juga terjadi di Amerika Serikat. Juri memutuskan kepala dinas
pendidikan beserta 35 pimpinan sekolah dan guru bersalah atas manipulasi nilai
ujian di Atlanta, akhir Maret 2013. Kepala Dinas Dr Beverly Hall, yang pernah
dinobatkan sebagai kepala dinas teladan pada 2009, diancam hukuman penjara 45
tahun.
·
Sistem pendidikan Atlanta telah
menghabiskan 2,5 juta dollar AS untuk investigasi pelanggaran ini. Temuan
paling penting dalam skandal ini adalah bahwa sistem imbalan bagi guru dan
pejabat yang berhasil menaikkan nilai ujian dan hukuman bagi yang tidak justru
telah memicu pelanggaran kode etik pendidik. Karena itu, sistem ini harus
diinvestigasi dan ditinjau ulang.
3. Kasus
keterlambatan pencetakan dan distribusi soal-soal ujian nasional tahun ini
seharusnya mendorong pemerintah mulai memikirkan administrasi secara online.
·
Bagi banyak daerah di Nusantara,
pelaksanaan ujian online sungguh merupakan kemungkinan yang tak terbayangkan
karena sejumlah permasalahan infrastruktur.
·
Dalam hal ini, Kemdikbud perlu merintis
kemungkinan-kemungkinan itu bersama PLN dan Kementerian Kominfo.
·
Pelaksanaan ujian kompetensi guru secara
online yang kurang mulus baru-baru ini seharusnya tidak dijadikan bahan cemooh
untuk menghambat langkah maju dan perbaikan sistem secara berkelanjutan.
4. perbaikan sistem membutuhkan evaluasi secara terus-menerus.
·
Soal-soal dan sistem administrasi tes
seperti TOEFL dan yang semacamnya sering menjadi bahan kajian terbuka dalam
forum-forum para pakar dan peneliti.
·
Bahkan, soal-soal dalam tes terdahulu
bisa diakses publik secara terbuka. Selama beberapa dekade pelaksanaannya, ada
banyak sekali perubahan dan kemajuan mendasar.
·
Mekanisme evaluasi internal ataupun hasil
kajian publik telah memungkinkan tes-tes tersebut meningkatkan kesahihan dan
keterandalannya secara berkelanjutan.
Anita Lie Guru Besar Program Pascasarjana Unika
Widya Mandala, Surabaya
(dengan perubahan )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar