Stop menangis!
Sambutlah tantangan-tantangan baru.
Jika Tuhan memberi Anda suatu tugas,
tugas itu akan disertai dengan
petunjuk-petunjuk
(Linda Allison-Lewis)
“Ada beberapa
siswa putri sedang menangis di depan wc lantai dua “ kata seorang guru memberitahukan
kepada rekan-rekan guru di ruang makan. Guru lain menambahkan , “o ya bahkan mereka menangis sambil berangkulan
satu sama lain”. Dan seperti biasanya para guru sambil tetap makan mulai angkat
bicara menanggapi informasi tersebut. Kemudian seorang bapak yang mungkin
mengetahui alasan mereka menangis mulai angkat bicara, “ Mereka merasa sedih
dan bahkan menangis karena mereka kalah dalam pertandingan bola basket antar
sekolah”. Dan masih banyak lagi obrolan di ruang makan siang itu.
Dalam
hati saya, menang kalah adalah hal biasa
dalam pertandingan, mengapa anak-anak harus menangis? Ah… atau karena mereka masih remaja sehingga
merasa sah untuk menangis? Apakah karena merasa lebih unggul
dari lawan sehingga kekalahan dimaknai sebagai sebuah hal yang tidak mungkin terjadi? lalu ... apakah kita, para guru, termasuk saya, sudah
membiasakan diri memberi bekal mental
yang cukup sehingga anak
mempunyai daya juang yang tinggi sekaligus mental untuk siap menang dan siap
kalah? Para murid semestinya merasa bangga sudah terpilih dari sekian
banyak murid menjadi duta sekolah berlaga dalam lomba basket. Juga usaha serta perjuangan anak-anak yang telah
memberikan yang terbaik dari dari kemampuannya. Ini jauh lebih penting dari
“sekedar” juara.
Penulis lalu ingat salah satu artikel di kompas tahun 2007 yang ditulis oleh Baskoro Poedjinoegroho,
“Bukan
Juara, tetapi Bermental Juara”.Memacu dan memompa semangat
juara adalah positif, artinya mempunyai semangat berkompetisi demi mencapai
hasil optimal yang sesuai kemampuan diri.yang bersangkutan berkompetisi dengan
diri sendiri, untuk meraih hasil setinggi, sebesar, atau mutu setinggi mungkin.
Dan rekan lain menjadi patner dalam usaha untuk mewujudkan kemampuan diri
secara optimal. Jadi semangat juara dimaksudkan adalah semangat untuk berusaha, semangat
untuk berkarya, berdaya juang. Semangat ini harus senantiasa diinternalisasikan
ke dalam diri setiap peserta didik. Oleh karena itu kita sebagai guru
atau pendidik, sebagai orang dewasa, hendaklah mampu dan mau serta terbiasa memberikan apresiasi pada setiap usaha peserta
didik, bukan hanya memberi apresiasi
kepada yang juara baik akedmik saja namun juga yang berprestasi non akademik;
olah raga, seni maupun karya-karya siswa lainnya .
Orang berusaha mengisi
kehidupannya berdasarkan keyakinan-keyakinan dan bertahan dengan kesabaran
untuk mewujudkan dalam kehidupan ini. Dalam buku Pendidikan Karakter Tarakanita, setiap peserta didik diharapkan
belajar untuk lebih mempertimbangkan rasio dan akal ketimbang emosi dan
perasaan. Bunda Elisabeth, pendiri Kongregasi suster-suster Cinta Kasih Carolus
Borromeus, telah memberikan teladan untuk tidak mudah menyerah, selalu bekerja
keras, sabar murid agar menjadi pribadi yang mempunyai daya juang dan
ketangguhan dalam menghadapi setiap tantangan yang ada dengan tetap gembira.
Lalu apa yang harus dilakukan para murid
supaya dapat mencapai titik kesadaran dan keyakinan untuk tetap berjuang dan
tetap tangguh menghadapi tantangan dengan tetap bergembira ? Dalam usaha pembentukan manusia yang berkarakter ,
sekolah Tarakanita memberikan nilai-nilai yang ditanamkan kepada setiap murid
berupa Cc5, dalam hal ini C ketiga Conviction,yaitu
pertama, tahan menanggung kesulitan dan
penderitaan ; kedua, mampu gembira
dan optimis di setiap waktu; ketiga,mampu
menahan rasa tidak sabar, mengeluh, atau marah; keempat, setia terhadap tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya
tanpa mengeluh; kelima,mengerjakan
dengan sungguh-sungguh apa yang sedang dihadapi; keenam,bersikap ugahari yaitu kemampuan untuk mengaktulaisasikan
dan memuaskan dorongan-dorongan keinginan dalam diri serta tuntutan insting
secara seimbang melalui cara-cara yang tepat, tahu batas. Sehingga ke depan
murid tak lagi harus ‘menangis’ saat mengalami hal yang tidak sesuai dengan
harapannya. Tetapi mampu menjadi murid yang berjuang dengan ketangguhannya sesuai kemampuan serta selalu
bergembira.
Jangan menyerah,
demikian judul puisi di buku Paul Hanna,
dalam bukunya “You Can Do It!”
kiranya dapat menjadi inspirasi kita, guru maupun murid, untuk dapat bertahan
dalam semangat menghadapi berbagai tantangan. Dan selalu tersenyum……stop
menangis!
Jangan
Menyerah
Ketika segalanya tidak berjalan dengan baik, seperti yang
sering kali terjadi
Ketika jalan yang anda lalui dengan susah payah tampak
begitu berat.
Dan anda ingin tersenyum, tetapi Anda harus berkeluh kesah,
Ketika kesulitan mengecewakan anda,
Beristirahatlah bila perlu, tetpai jangan menyerah
Hidup dan segala seluk-beluknya terasa aneh,
Seperti yang telah kita alami,
Dan sering kali seseorang berbalik arah
Ketika mereka mungkin menang .
Jangan menyerah, meski jalannya lambat,
Anda dapat berhasil mencobanya lagi.
Kadang sasaran tampak lebih dekat dari seharusnya
Bagi seseorang yang bimbang dan lesu,
Sering kali seorang pejuang telah menyerah
Ketika mereka mungkin dapat merebut piala kemenangan, dan
mereka terlambat untuk belajar kerana malam telah tiba
Bahwa sebenarnya mereka begitu dekat dengan mahkota emas.
Keberhasilan ada di balik kegagalan
Warna perak dari awan keraguan
Dan Anda tidak akan pernah tahu seberapa dekat sebenarnya
Ketika tampak jauh, sebenarnya sudah dekat.
Jadi bertahanlah untuk berjuang, saat anda menghadapi
kesulitan tersulit.
Di mana segalanya tampak begitu buruk, jangan pernah
menyerah.
Sumber buku :
1. Tim
Perumus “Pendidikan Karakter Tarakanita”,
2012, Jakarta,Yayasan Tarakanita.
2. Baskoro
Poedjinoegroho “Bukan Juara, tetapi
Bermental Juara”,2007 Kompas,
3. Paul
Hanna, “You can do it!”, 2001. Penerbit Erlangga.
ceritanya mempunyai makna yang sangat baik :3
BalasHapus