Waktu tak
kan kembali
Jika
anda tinggal dalam masa lampau,
Anda
akan kehilangan yang luar biasa’
(Linda Allison-Lewis, 1997)
Pagi ini saya membaca
berita pekelahian pelajar, ini sudah yang keberapa kali surat kabar menurunkan
berita serupa. Bukan hanya pelajar, mahasiswa tawuranpun ikut meramaikan berita
yang membuat kita mengelus dada. Apakah mereka dapat kita salahkan terhadap
semua yang mereka lakukan? Apakah kita
sebagai orang tua hanya “bertugas” menyalahkan kelakuan mereka?
Seperti
hari-hari biasanya televisi sekarang
mengambil bagian terbesar hiburan saat keluarga dirumah. Bahkan yang
namanya remote menjadi sesuatu yang berharga sehingga perlu diperebutkan. Bukan
hanya antar anak-anak tetapi orang tuapun sudah ikut juga dalam rebutan remote
tersebut. Masing-masing memperjuangkan program favorit masing-masing untuk
dilihat. Bahkan beberapa keluarga sudah terbiasa memiliki televisi lebih dari
satu untuk memanjakan diri terhadap program televisi kesayangannya. Sehingga
suasana ngobrol atau bermain bersama keluarga semakin tersisih. Bahkan dengan
kehadiran alat komunikasi yang sekarang menambah menipisnya interaksi orang tua dengan anaknya.
Atau sepinya meja
makan, yang dulunya tiap selesai makan bersama keluarga saling cerita kegiatan
masing-masing. Ada saat orang tua
mendengarkan cerita atau keluhan anaknya,
dan orang tua punya waktu mendengarkannya. Keadaan sekarang anak tidak
punya ‘tempat’ lagi untuk bertemu, bercerita atau berkeluhkesah kepada orang
tua. Mereka akhirnya mendapatkan ‘tempat’ di tempat lain; temen main, teman
sekolah, teman nge-mall bahkan teman di dunia maya. Sehingga anak merasa “kurang lengkap” mendapatkan
pendampingan serta kasih sayang
orang tua. Belangkan yang muncul akhirnya penyesalan saat anaknya sudah ‘masuk’
dalam kegiatan yang tidak diharapkan.
Marilah kita sebagai
orang tua menyediakan diri, waktu dan kesempatan, untuk hadir dan mendengarkan
anak-anak kita. Waktu tak akan kembali. Diane Loomans menulis cukup baik, untuk
mengingatkan kita sebagai orang tua
dalam mendampingi anak-anak kita sebelum semuanya terlambat, yang berujung pada
penyesalan.
Jika aku diberi kesempatan mengulang
membesarkan anak lagi ,
Aku akan lebih banyak melukis dengan
jari dan lebih sedikit menunjukkan ( memaksa kehendak)
Aku akan
lebih sedikit mengoreksi dan lebih banyak berhubungan dengan mereka.
Aku akan
berhenti melihat jam /waktu dan memulai melihat dengan mata.
Aku akan
lebih sedikit mencemaskan sesuatu dan lebih banyak memberikan perhatian.
Aku akan lebih
banyak berjalan dan menerbangkan banyak layang-layang.
Aku akan
lebih bersikap serius dan mulai bermain.
Aku akan
berlari melintasi padang rerumputan dan
memandang bintang-bintang.
Aku lebih
sering mengurangi sikap kerasku dan lebih bersikap bijak.
Aku akan
lebih menghargai diriku sendiri dan keluargaku.
Aku akan
lebih sedikit mengajarkan tentang
kekuasaan dan lebih banyak mengajarkan tentang cinta.
Sumber bacaan :
Trish Kuffner,“Play &
Learn”, 2004.Gramedia Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar