Antara Guru dan Petani
Di tangan seorang petani ( tentu saja
dengan bantuan alam dan pertolongan Tuhan ) bibit/benih padi yang kecil itu
bisa tumbuh dan berkembang dengan subur dan berbuah banyak/ lebat dan berlipat.
Dia tahu untuk apa dia menanam padi. Apa yang dia
lakukan?
Dia menyiapkan lahan untuk menyemai bibit dengan doa (
bahkan ada yang dengan sesaji )
Dia menyiapkan lahan yang bagus dan matang untuk menanam
bibit.
Dia tahu kapan saat menanam ( musim tepat, umur benih
tepat ).
Dia menggunakan sarana agar jarak dan lajur tanaman sama,
rapi dan teratur.
Seorang petani
tahu pupuk yang baik dan cocok.
Dia tahu
kapan dan berapa banyak dia harus memberi pupuk. Dia tahu seberapa besar air
yang dialirkan.
Dia tahu
pada umur berapa dia harus menyiangi tanamannya.
Dia
melakukan pencegahan agar hama ( tikus,
wereng, burung dan aneka penyakit
tanaman ) tidak menyerang tanamannya.
Pendek
kata seorang petani tahu kebutuhan tanamannya dan tahu kapan dan seberapa besar
kebutuhan itu diberikan agar tanamannnya
berbuah bagus dan lebat. Bukankah seorang petanipun ahli pedagogik tanaman?
Percayakah anda bahwa petanipun perlu ketrampilan berkomunikasi dengan tanaman? Saat hampir panen dia memetik sebagian panenannya,
mengundang saudara dan tetangganya untuk menyukuri hasil panenannya. Hasil
bertaninya dia gunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya. Memang,
petani tidak harus bergelar sarjana untuk menciptakan produk yang bagus, lebat
dan unggul. Tetapi dia juga harus bekerja keras ( otak, hati dan ototnya ) dari
saat memilih dan menentukan bibit sampai saat panen.agar tidak mengalami gagal
panen ). Intinya dia harus mencintai dan menyayangi tanaman.
Di tangan seorang guru ( sendiri dan
bersama-sama ) ( tentu saja dengan bantuan orang tua siswa dan pertolongan
Tuhan ) seorang anak ( dengan seluruh potensinya ) akan bertumbuh dan berkembang dengan baik.
Dia tahu untuk apa dia menjadi guru dan
mendidik anak-anak Apa yang dia lakukan?
Kurang lebih sama
dengan seorang petani.
Apa yang
berbeda?
Pertama,
seorang guru harus berpendidikan formal. Kedua, dia tidak bisa memilih dan
menentukan calon muridnya. Dia tidak bisa dan tidak boleh memilih hanya
anak-anak yang bagus, baik dan unggul. Dia harus menerima semua anak ( yang
kurang, sedang dan yang lebih, baik ekonomi maupun intelektualnya ).
Yang jelas sama adalah petani dan guru
mengolah mahluk hidup. Tumbuh, berkembang dan berbuah.
Benarkah keduanya adalah agent of
changes?
( tulisan Bp. Antonisius Tumidjo, mantan
kepala sekolah SMP Tarakanita GS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar