"Melalui
dongeng, seorang pendidik juga dapat merangsang kecerdasan intelegensia,
kemampuan berpikir secara logis sistematis, kemampuan beriteraksi dengan sesama
anak, ataupun selera berbahasa dan nilai seni,"
( Khrisna Pabichara, Motivator pengembangan kecakapan belajar )
( Khrisna Pabichara, Motivator pengembangan kecakapan belajar )
Malam itu kami berkumpul di ruang keluarga bercengkerama
dengan anak-anak, tiba-tiba listrik padam.
Agar anak kami yang baru berumur 2,5 tahun tidak panik karena gelap maka dengan tenang
saya berkata “ bapak disini, kalian tenang bapak mendekati kalian.” Lalu kupegang
tangan anak yang bungsu, sedang anak sulungku dengan tenang mengambil lilin dan
menyalakannya lewat api kompor gas di dapur.
Dan teranglah ruangan kami dengan terang lilin kecil tadi.
Kemudian kucari lilin lain, sebagi persiapan jika
padamnya lama. Benar listriknya tak
kunjung menyala. Kulihat anakku yang sulung mengajak adiknya bermain bayang-bayang
terang lilin ditembok dengan gerakkan tangannya . Adiknya sangat senang bermain dengan bayang-bayang tangan ditembok.
Sambil bercerita kakaknya memperagakan
gerakan bermacam-macam binatang.
Setelah lama
bercerita dan memperagakan gerakan binatang dengan tangan, lama-lama kakaknya
kecapaian. Tapi adiknya tetap dengan semangat minta untuk di ceritakan lagi. Kemudian
istri mengambil alih dengan dongeng tentang kehidupan dan cerita-cerita dari alkitab.
Banyak hal tentang kebaikan dan sifat yang baik disisipkan dalam dongeng dengan bayang-bayang
tangan ditembok dari sebuah cahaya lilin.
Anak
sulungkupun mengikuti dengan tatapan mata dan senang melihat peragaan tangan
istriku, karena anakku sorang tunarungu, sehingga yang dilihat hanya gerakan
tangan isrtiku yang berganti-ganti peran binatang yang satu ke binatang yang
lain. Biasanya untuk komunikasi anak tuna rungu melihat gerak bibir lawan
bicaranya, karena gelap maka gerak bibir tidak terlalu dapat dilihat dengan
jelas. Tapi sangat menikmati dongeng dari bayang-bayang tangan ditembok dari cahaya
lilin tersebut. Adiknyapun tak merasakan
lelah maupun takut gelap karena perhatiannya tertuju kepada dongeng dan gerakan
bayang-bayang tangan dari peragaan berbagai macam binatang.
Yang lebih
menyenangkan adiknya mencoba sendiri
mempergakan tangannya untuk menirukan berbagai gerakan binatang seperti yang
dilakukan ibu dan kakanya. Banyak gerakan yang unik yang mampu dipergakan sang
adik, sangat beda dengan ibu dan kakanya. Meski lucu dan kadang tidak jelas
kami memberi pujian dan tepuk tangan. Mendapat pujian membuat adik semakin bersemangat untuk mencoba lagi
dengan gerakan-gerakan lain dan menyebut gerakan tersebut gerakan binatang
tertentu meskipun ucapannya juga tidak jelas. Tapi yang pasti adik senang
dengan kegiatan malam itu, sampai saatnya kami harus tidur, meskipun listri
juga belum menyala.
Menurut
Peter l Berger (1996) manusia memproduksi dirinya melalui pengalaman dalam
realitas sosial. Pandangan lain yang sejalan disampaikan John Dewey (2004) yang
berpendapat bahwa’orang belajar dari apa yang dikerjakannya”. Lebih terperinci
Paulo Freire (2000) “ berpikir, berkata, berbuat, itulah praksis. Proses belajar
adalah praksis yang unsur-unsurnya adalah anak berpikir, anak berkata dan anak
berbuat, praksis menintegrasikan ketiga unsur itu. Dengan dongeng dan peragaan
tangan, anak tertarik dan belajar berimajinasi tentang sesuatu hal dalam cerita
dongeng tersebut, kemudian anak tertarik mencoba sendiri. Proses ini bagi
penulis merupakan proses pembelajaran itu sendiri. Anak melakukan sendiri meski
masih banyak kekurangan tapi tetap semangat
mencoba dan menggali kembali prosesnya. Mengikuti
kata Ralp Waldo Emerson, rahasia dalam
pendidikan terletak pada sikap menghargai murid. Mari manusia dewasa, guru dan
orang tua, senang memberikan penghargaan dari setiap proses yang dilakukan anak
atau murid kita sehingga anak mempunyai kepercayaan dan kebanggaan dari hal
yang dilakukanya.
Semoga hal kecil yang kami lakukan malam itu memberi
bekal bagi manusia muda menjadi lebih matang.
Semoga. (bewe,sept2012)
( bacaan :Utomo Dananjaya, 2010,“Media
pembelajaran”, Bandung, Nuansa )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar