Bangun
kemandirian siswa
Ada
seorang ibu yang membutuhkan waktu
delapan tahun untuk mengajarkan anaknya secara mandiri membereskan kamar
tidurnya tanpa meras disuruh, bisa dibayangkan berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk menginternalisasikan nilai-nilai bersama kepada masyarakat
agar mereka taat hukum. Bukankan kita butuh lebih dari generasi untuk sekedar
menanamkan sikap tidak membuang sampah sembarangan.(kompas, jumat 25 November
2011 )
Orang tua mengeluh
anak sulugnya sering lupa membawa buku pelajaran, catatan atau peralatan lainnya padahal
ia selalu mengingatkan . Demikian yang sering diungkapkan orang tua yang
mengantar kan buku atau peralatan anaknya ke sekolah, meski dalam peraturan sekolah
tidak memperkenalkan menitipkan barang yang ketinggalan, kecuali yang terkait
dengan kesehatan yaitu obat-obatan.
Ikut partisipasi menyiapkan
generasi yang ‘siap’ ( baca : mandiri ), membutuhkan pemahaman tentang perilaku
dan kebijakan kolektif masyarakat agar anak
mampu berpartisipasi dalam setiap
kebijakan publik kedepannya. Sekolah bersama
orang tua mempunyai peran penting guna menyiapkan generasi “siap” tersebut.
Sekolah dalam program kegiatannya
memberikan siswa untuk terlibat dalam berbagai kegiatan tersebut, di
harapkan semakin banyak kesempatan maka
anak akan semakin terampil mengembangkan sklillnya
sehingga lebih percaya diri. Beberapa hal kecil latihan yang di laksanakan sekolah
-
Siswa kita dorong agar mau melakukan sendiri
kegiatan sesuai peran yang ia jalani, dari hal yang sangat sederhana. Misalnya menaruh sampah pada tempatnya, menyiapkan buku
pelajaran berikutnya, segera masuk ruang kelas setelah mendengar tanda bel,
mengangkat kursi setelah pelajaran.
-
Siswa diberi kesempatan sesekali mengambil
keputusan sendiri, memilih kegiatan , mengajukan pertanyaan maupun menyanggah
dalam proses diskusi.
-
Membiarkan siswa melakukan kegiatan sendiri
meski masih mengalami kesalahan dalam rangkaian proses, baru setelah itu guru
memberikan evaluasi dan jalan keluar yang baik. Ini memungkinkan siswa kreatif,
membiasakan untuk mencari solusi dan
melakukan refleksi.
-
Membiasakan siswa diberi kesempatan untuk
mengungkapkan perasaan dan idenya.
-
Siswa diberi tanggng jawab dan konsekuensinya
bila tidak memenuhi tanggung jawabnya. Hal ini mendorong anak mengembangkan
rasa keberanian sekaligus disiplin.
-
Siswa didorong untuk mencoba hal baru, dibiarkan mengembangkan ide-idenya, guru
berusaha tidak memberi instruksi terus
menerus. Dari kegiatan ini diharapkan kepercayaan diri semakin meningkat, tidak
menjadi siswa yang selalu ragu-ragu dalam setiap tindakanya..
-
Guru berusaha untuk tidak tergesa-gesa memberikan bantuan pada saat anak datang
meminta pertolongan. Guru mendorong anak berpikir sendiri, jika tidak berhasil
juga berikan bimbingan secara tidak langsung agar siswa terlatih mandiri.
Diharapkan perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut mampu
memberikan bekal pada siswa untuk menjadi orang yang ikut dari setiap kebijakan
publik dan mampu mengantisipasinya.
Sehingga siswa kedepan juga mampu menjadi agen perubahan. Singapura dibawah kepemimpinan Perdana Menteri
Lee Kuan Yew yang berhasil menciptakan
masyarakat taat hukum dengan meminta aparat tegas kepada pelanggar hukum . di
Singapura perubahan dari masyarakat takut hukum menjadi taat hukum
butuh waktu satu generasi. Pasalnya perubahan kebiasaan dan perilaku. (kompas, Jumat 25 November 2011). Melatih mandiri
adalah melatih saat yang tepat. Latihan terlalu awal justru akan membuat anak
merasa tidak aman dan menjadi tertekan
.Namun, apabila terlambat maka kita akan kesulitan mengubah sifat
ketergantungan anak terhadap orang tua atau orang dewasa. Kita
optimis mampu mendapingi generasi ini yang dipercayakan kita untuk menjadi
generasi yang mandiri sekaligus agen perubahaan meski mulai dari hal yang sederhana, (bewe).
Referensi : Kompas dan
Familia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar