Selasa, 14 Januari 2014

JATUH DAN BANGKIT



JATUH DAN BANGKIT

            Sore itu aku sengaja bersepeda keliling kompleks. Perlahan kugowes pedal  ‘Polygonku’ menyususri jalanan. Sesekali aku harus menghidari lubang-lubang di jalanan atau harus mengerem mendadak karena anjing yang tiba-tiba memotong jalanku. Semakin lama gowesanku makin kencang sampai …. “grubyaak…!”. Tahu – tahu aku sudah jatuh menimpa ‘Polygonku’. Rupanya aku kurang gesit menghindari batu di depanku. Batu itu tidak terlalu besar, hanya sekepalan tanganku. Meski kecil, batu itu cukup sukses membuatku jatuh. 

            Sakit, memang. Tetapi rasa malu yang kurasa lebih besar dari rasa sakit yang kualami. Apalagi ketika aku melihat sekelompok anak kecil yang menertawakan aku. “Ihhh, bukannya menolong, malah menertawakan,” batinku dongkol. Dengan menahan sakit dan malu aku berusaha bangkit. Untung ada seseorang yang menolongku. Setelah mengucapkan ‘terima kasih’  aku  kembali menggowes ‘Polygonku’

            Dalam kehidupan sehari-hari sering kita mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, memalukan, bahkan membuat kita terpuruk (yang untuk selanjutkan saya sebut dengan ‘kegagalan’). Misalnya gagal masuk peringkat sepuluh besar di kelas, kalah dalam perlombaan atau pertandingan tertentu, ketahuan melakukan pelanggaran dan dihukum, atau hal-hal lainnya.
 
Ada berbagai cara untuk menutupi  ‘kegagalan’ kita, misalnya dengan bersikap masa bodoh atau pura-pura tidak ada masalah, menyalahkan orang lain sebagai penyebab ‘kegagalan’ yang kita alami, atau bahkan terpuruk dan meratapi ‘kegagalan’ itu. Namun ada satu cara yang saya rasa lebih tepat daripada cara-cara sebelumnya, yaitu dengan bangkit dan memperbaiki diri. Ungkapan ini kuperoleh saat aku menyimak kotbah pastu di gereja pada misa hari Minggu. Dalam kotbahnya diceritakan bahwa ada seorang pastur yang harus meminpin misa di sebuah penjara, tiba-tiba pastus itu terjatuh. Seluruh jemaat –yang hampir semuanya kaum binaan- menertawakannya. Bukannya marah, pastur ini berusaha bangkit yang berkata “Saudara-saudara, dalam hidup kita seringkali kita ‘jatuh’ sama seperti yang Saudara-saudara alami saat ini. Saat ini Saudara-saudara sedang mengalami kejatuhan, tetapi yang terpenting adalah bahawa Saudara-saudara mau bangkit dari kejatuhan ini atau tidak? Sama halnya dengan yang saya alami baru saja. Saya jatuh tetapi saya bangkit. … Semua jemaat yang tadinya menertawakan Sang Pastur akhirnya terdiam.

            Jatuh (kegagalan) memang tidak enak, apalagi bila ditertawakan orang. Apalagi bila ‘kegagalan’ kita menjadi bahan lelucon bagi orang lain. Tak jarang ketika kita mengalami ‘kegagalan ‘ justru orang lain merasa senang. Tapi yakinlah bahwa di antara mereka yang menertawakan kita ada orang berhati tulus yang mau menolong kita. Dialah Tuhan Sang Penolong Sejati. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah  ‘Maukah kita menyambut uluran tangan Tuhan?.  ‘Jatuh’ adalah hal biasa dalam kehidupan  namun ‘Bangkit’ adalah hal luar biasa dalam kehidupan. So, lakukanlah hal yang luar biasa itu dalam kehidupan kita, karena Tuhan selalu menolong kita. Amin.(Dian Krist ).

( Penulis adalah  Guru SMP Tarakanita Gading Serpong, tulisan ini pernah diterbitkan di majalah “ICON” SMP Tarakanita Gading Serpong edisi 8 bulan  Desember 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar