Selasa, 14 Januari 2014

Kepadamu Guru, Kami Bergantung



Kepadamu Guru, Kami Bergantung.

                                       Gambar : dok pribadi
TAJUK RENCANA Kompas

MENGAGETKAN, banyak guru belum pernah membaca Kurikulum 2013 yang akan diimplementasikan di semua sekolah tahun ini.
Berhasil-tidaknya setiap kurikulum tidak bisa dipisahkan dari guru, buku, dan sistem evaluasinya. Setiap perubahan perlu dilakukan secara terintegrasi. Kurikulum yang teruji secara akademis ketika persiapan di lapangan tidak diintegrasikan dengan kesiapan guru ibarat kereta dengan sais bloon. Tujuan tidak tercapai, evaluasinya bias. Buku teks satu-satunya sumber. Secara pedagogis, praksis pendidikan mandek.
Waktu penerapan Kurikulum 2013 terkesan "dipaksakan". Kita ajukan sejumlah syarat agar tidak sekadar menjadi legacy politis. Satu di antaranya kesiapan buku teks dan guru. Kesiapan buku teks lebih mudah dilakukan daripada kesiapan guru. Buku teks tersedia tidak jaminan kurikulum berhasil.
Potensi itu terjadi pada penerapan Kurikulum 2013. Ketidaksiapan guru bukan hanya wacana, melainkan fakta temuan dari 2.467 responden guru di 4.000 sekolah selama 2006-2010 (Kompas, 4/1). Dalam kaitan evaluasi, sistem ujian nasional (UN) yang terus berlaku di jenjang menengah pertama dan atas perlu dievaluasi.
Evaluasi tidak hanya menyangkut masalah materi, tetapi juga sistem. Sekalian mencegah UN menjadi "palu godam" menakutkan, evaluasi perlu dilakukan setiap saat.
Salah satu keberatan penerapan kurikulum baru pada 2014 terutama menyangkut kesiapan guru. Merekalah sais. Lebih dari sais, mereka perlu melakukan dekonstruksi atas kebiasaan lama, mengubah paradigma dan cara mengajar. Tematik integratif, salah satu kekhasan Kurikulum 2013, sangat berbeda dengan praksis pendidikan selama ini, yang mengandalkan pengotakan dengan dalih pengayaan materi, dan dengan sumber utama buku teks.
Mengubah cara berpikir, bersikap, dan peran guru mungkin paling sulit dibandingkan dengan mempersiapkan buku dan cara evaluasi. Yang diubah adalah manusia, yang membutuhkan atensi dan sentuhan manusiawi. Ketika profesi ini dimasuki orang yang telanjur kecemplung bukan dengan "hati" terjun ke profesi keguruan, yang berkembang bukanlah semangat pengabdian, melainkan semangat transaksional.
Ketika nasib guru terus diperbaiki, lewat program sertifikasi dan gaji misalnya, kita menyaksikan profesi ini kebanjiran peminat. Pada saat itulah, tanpa sadar semakin beragam pula variasi minat calon guru.
Menjelang penerapan Kurikulum 2013, yang lebih mendesak adalah dekonstruksi mental dan cara mengajar guru dipersiapkan lebih serius. Dalam pelatihan guru, pendekatan praktik dan simulasi model perlu dilengkapi dengan sentuhan kejiwaan. Kata kuncinya, baik-tidaknya praksis pendidikan adalah guru. Kepadamu guru, kami bergantung!
Selasa, 07 Januari 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar