Sabtu, 27 Juli 2013

Papa Pulang



Papa lupa ya...

                gambar : dokpribadi



"Sebuah pelukan akan memberikan kabaikan,
 terutama untuk anak-anak"

(Lady Diana, Putri Kerajaan Inggris, 1961-1997)


Pulang sekolah saya biasa disambut dengan kemunculan anak saya yang kecil, menyapa dengan sangat gambira, “Papa pulang, …papa dari mana? Papa bawa apa itu?” meski lelah dan kadang sudah ngantuk, melihat dan mendengar sapaan anak yang penuh semangat membuat saya menjadi kembali semangat. “ Papa pulang kerja sayang…ini berisi buku-buku” jawabku sambil jongkok mendekatkan diri dengan anak. Anak saya tersenyum, lalu mengajak untuk bermain sepeda. “ Ya  ….papa ganti baju dulu ya” jawabku sambil copot sepatu langsung masuk rumah. ”Papa …papa sini dulu…” panggil anak saya yang masih berdiri di teras depan. “Ada apa ? “ tanyaku. “Papa lupa ya…” sambil menunjukkan sepatu saya yang belum diletakkan ditempat rak sepatu yang berada diteras depan .

 Kami membiasakan  meletakkan sepatu pada tempatnya, rak sepatu. Yah … malu sekali, saya tidak meletakan sepatu pada tempatnya, lebih malu karena mendapat teguran halus ‘papa lupa ya’. Anak jarang  menegur dengan kata ‘tidak’, papa tidak tertib. Juga dalam peristiwa lain,  saat membuka kemasan minuman karena mengalami kesusahan kadang saya membukanya dengan digigit , melihat itu anak spontan “Papa lupa ya…gini papa membukanya dengan ditarik tangan” jelas anak saya. Akhirnya saya kembali berusaha membuka dengan tangan dan berhasil.  Melihat saya berhasil membuka dengan tangan anak menyahut ” tu papa tadi lupa khan”.

 Dalam hal ketidak tertiban  lain, anak  saya lebih  menggunakan kata “lupa’ untuk sesuatu yang sebenarnya merupakan tindakan yang tidak sesuai. Ini menurut saya mengandung ajakan untuk selalu melakukan sesuatu dengan semestinya dan  mengingatan secara halus, sehingg membuat orang lain tidak tersinggung. Inilah cara anak ‘menegur’ orang dewasa.

Saya kadang merefleksikan hal itu, menjadikan saya lebih berhati-hati dalam pendampingan anak. Saya menyadari anak lebih melihat tindakan orang tua ( orang dewasa) disekitarnya untuk dijadikan model perilakunya. Saya jadi teringat kepada siswa saya disekolah, mereka lebih melihat bagaimana bapak ibu guru mengajar dan berperilaku,  itu yang   akan diingat dan dilakukan juga oleh para siswa. Memang berat menjadi orang tua dan guru, setiap ucapan dan tindakannya selalu menjadi model bagi anak dan siswanya. Tapi saya yakin apabila orang tua dan guru melakukan sesuatu dengan hati, maka hal itu bukan hal yang memberatkan.   

Teringat sebuah tulisan dari A. Mintara Sufiyanta, SJ, Cinta kasih yang tulus yang diberikan orang tua dirumah dan guru disekolah merupakan kebutuhan mereka yang paling utama.   Di rumah anak sangat merindukan sebuah kehidupan yang penuh kasih ( to live is to love), dan di sekolah mereka mengharapkan sentuhan cinta dari guru yang mengajar ( to teach is to touch) . Saya bermimpi bagaimana bila anak di rumah dan siswa di sekolah mendapat sentuhan cinta kasih, saya yakin anak dan siswa akan melalui kehidupannya dengan sepenuh hatinya. Yah … anak akan semangat belajar, mereka akan  bermain dengan gembira serta berteman dengan  siapapun tanda membeda-bedakan, cepat tersentuh terhadap penderitaan sesamanya dan mudah memberikan pertolongan bagi yang membutuhkannya.

Tapi saya yakin hal itu tidak mudah, mendidik dengan hati. Kadang beban hidup orang tua dan guru membuat mereka ‘lupa’ tersenyum, ‘lupa’ menyapa, ‘lupa’ memberikan waktu bersamanya serta lupa memberi perhatian. Mari, beban yang memang menjadi tanggung jawab orang tua dan guru,  bukan menjadi penghalang kita untuk menjadi ‘lupa’ memberikan hati bagi anak-anak. Kita pasti akan bangga melihat anak-anak kita mampu menghadapi tantangan hidup ini, yang memang semakin berat.

 Mari buat anak kita selalu tersenyum dan semanagat, dengan perhatian kita.
  
(bewe280713)

Sumber bacaan :
 A. Mintara Sufiyanta, SJ, 2013, "The Art of Educating" cinta dirumah, kasih di skolah,Yogyakarta, Kanisius. 


( pernah dipublikasikan di www.kompasiana.com/florentbudi oleh penulis yang sama)




    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar