Minggu, 02 September 2012

Bangun kemandirian siswa


 Bangun kemandirian siswa
Ada seorang ibu yang membutuhkan waktu   delapan tahun untuk mengajarkan anaknya secara mandiri membereskan kamar tidurnya tanpa meras disuruh, bisa dibayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menginternalisasikan nilai-nilai bersama kepada masyarakat agar mereka taat hukum. Bukankan kita butuh lebih dari generasi untuk sekedar menanamkan sikap tidak membuang sampah sembarangan.(kompas, jumat 25 November 2011 )

 Orang tua mengeluh anak sulugnya sering lupa membawa buku pelajaran, catatan  atau peralatan lainnya  padahal  ia selalu mengingatkan . Demikian yang sering diungkapkan orang tua yang mengantar kan buku atau peralatan anaknya  ke sekolah, meski dalam peraturan sekolah tidak memperkenalkan menitipkan barang yang ketinggalan, kecuali yang terkait dengan kesehatan yaitu obat-obatan.
Ikut partisipasi menyiapkan generasi yang ‘siap’ ( baca : mandiri ), membutuhkan pemahaman tentang perilaku dan kebijakan kolektif masyarakat  agar anak mampu  berpartisipasi dalam setiap kebijakan publik kedepannya.  Sekolah bersama  orang tua mempunyai peran penting  guna menyiapkan generasi “siap”   tersebut.
Sekolah dalam program  kegiatannya  memberikan siswa untuk terlibat dalam berbagai kegiatan tersebut, di harapkan semakin banyak kesempatan  maka anak akan semakin terampil mengembangkan sklillnya sehingga lebih percaya diri. Beberapa hal kecil latihan yang  di laksanakan sekolah
-          Siswa  kita dorong agar mau melakukan sendiri kegiatan sesuai peran yang ia jalani, dari hal yang sangat sederhana. Misalnya  menaruh sampah pada tempatnya, menyiapkan buku pelajaran berikutnya, segera masuk ruang kelas setelah mendengar tanda bel, mengangkat kursi setelah pelajaran.   
-          Siswa diberi kesempatan sesekali mengambil keputusan sendiri, memilih kegiatan , mengajukan pertanyaan maupun menyanggah dalam proses diskusi.
-          Membiarkan siswa melakukan kegiatan sendiri meski masih mengalami kesalahan dalam rangkaian proses, baru setelah itu guru memberikan evaluasi dan jalan keluar yang baik. Ini memungkinkan siswa kreatif, membiasakan untuk mencari solusi dan  melakukan refleksi.
-          Membiasakan siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dan idenya.
-          Siswa diberi tanggng jawab dan konsekuensinya bila tidak memenuhi tanggung jawabnya. Hal ini mendorong anak mengembangkan rasa keberanian sekaligus disiplin.
-          Siswa didorong untuk  mencoba hal baru,  dibiarkan mengembangkan ide-idenya, guru berusaha tidak  memberi instruksi terus menerus. Dari kegiatan ini diharapkan kepercayaan diri semakin meningkat, tidak menjadi siswa yang selalu ragu-ragu dalam setiap tindakanya..
-          Guru berusaha untuk tidak tergesa-gesa  memberikan bantuan pada saat anak datang meminta pertolongan. Guru mendorong anak berpikir sendiri, jika tidak berhasil juga berikan bimbingan secara tidak langsung agar siswa terlatih mandiri.

Diharapkan perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut mampu memberikan bekal pada siswa untuk menjadi orang yang ikut dari setiap kebijakan publik  dan mampu mengantisipasinya. Sehingga siswa kedepan juga mampu menjadi agen perubahan.  Singapura dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Lee Kuan Yew  yang berhasil menciptakan masyarakat taat hukum dengan meminta aparat tegas kepada pelanggar hukum . di Singapura  perubahan  dari masyarakat takut hukum menjadi taat hukum butuh waktu satu generasi. Pasalnya perubahan kebiasaan  dan perilaku. (kompas, Jumat  25 November 2011). Melatih mandiri adalah melatih saat yang tepat. Latihan terlalu awal justru akan membuat anak merasa tidak aman dan menjadi  tertekan .Namun, apabila terlambat maka kita akan kesulitan mengubah sifat ketergantungan anak terhadap orang tua atau orang dewasa. Kita optimis mampu mendapingi generasi ini yang dipercayakan kita untuk menjadi generasi yang mandiri sekaligus agen perubahaan meski  mulai dari hal  yang sederhana, (bewe).
Referensi : Kompas dan Familia




Tidak ada komentar:

Posting Komentar